Sabtu, 21 Januari 2012

kumpulan makalah

ASUHAN KEPERAWATAN ASFIKSIA NEONATORUM

A.    PENGERTIAN
Asfiksia Neonatus adalah suatua keadaan bayi baru lahir yang tidak segera bernafas secara spontan dan teratur setelah dilahirkan. (Mochtar, 1989)
Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan teratur, sehingga dapat meurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut. (Manuaba, 1998)
Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur dalam satu menit setelah lahir (Mansjoer, 2000)
Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis, bila proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian. Asfiksia juga dapat mempengaruhi fungsi organ vital lainnya. (Saiffudin, 2001)
Asfiksia lahir ditandai dengan hipoksemia (penurunan PaO2), hiperkarbia (peningkatan PaCO2), dan asidosis (penurunan PH).

B.     JENIS ASFIKSIA
Ada dua macam jenis asfiksia, yaitu :
1.      Asfiksia livida (biru)
2.      Asfiksia pallida (putih)

Perbedaan asfiksia livida dan pallida ditunjukkan dalam tabel berikut ini
Perbedaan
Asfiksia Pallida
Asfiksia Livida
Warna kulit
Tonus otot
Reaksi rangsangan
Bunyi jantung
Prognosis
Pucat
Sudah berkurang
Negatif
Tidak teratur
Jelek
Kebiru-biruan
Masih baik
Positif
Masih teratur
Lebih baik



C.     KLSIFIKASI ASFIKSIA
AGAR SCORE
Score
0
1
2
A : Appearance
     (warna kulit)
P : Pulse
     (denyut nadi)
G : Grimace
      (refleks)
1. Respon terhadap kateter dalam lubang hidung (dicoba setelah orofaring dibersihkan).
2. Tangensial foot siap
A : Activity
      (tonus otot)
R : Respiration
      (usaha bernafas)
Biru, pucat

Tidak ada



Tidak ada respon





Tidak ada respon

Pincang

Tidak ada
Badan merah muda
Ekstremitas biru
Lambat (dibawah 100 x/mnt)


Menyeringai





Menyeringai

Beberapa ekstremitas pincang
Tangisan lemah
Hipoventilasi
Seluruhnya merah muda
Diatas 100 x/mnt



Batuk atau bersin





Menangis dan menarik kaki.
Fleksi dengan baik

Tangisan kuat


Klasifikasi asfiksia berdasarkan nilai APGAR
a.       Asfiksia berat dengan nilai APGAR 0-3
b.      Asfiksia ringan sedang dengan nilai APGAR 4-6
c.       Bayi normal atau sedikit asfiksia dengan nilai APGAR 7-9
d.      Bayi normal dengan nilai APGAR 10




D.    ETIOLOGI
Penyebab asfiksia menurut Mochtar (1989) adalah :
1. Asfiksia dalam kehamilan
a.       Penyakit infeksi akut
b.      Penyakit infeksi kronik
c.       Keracunan oleh obat-obat bius
d.      Uraemia dan toksemia gravidarum
e.       Anemia berat
f.       Cacat bawaan
g.      Trauma
2. Asfiksia dalam persalinan
a.    Kekurangan O2.
·         Partus lama (CPD, rigid serviks dan atonia/ insersi uteri)
·         Ruptur uteri yang memberat, kontraksi uterus yang terus-menerus mengganggu sirkulasi darah ke uri.
·         Tekanan terlalu kuat dari kepala anak pada plasenta.
·         Prolaps fenikuli tali pusat akan tertekan antara kepaladan panggul.
·         Pemberian obat bius terlalu banyak dan tidak tepat pada waktunya.
·         Perdarahan banyak : plasenta previa dan solutio plasenta.
·         Kalau plasenta sudah tua : postmaturitas (serotinus), disfungsi uteri.
b.    Paralisis pusat pernafasan
·         Trauma dari luar seperti oleh tindakan forseps
·         Trauma dari dalam : akibat obet bius.
Penyebab asfiksia Stright (2004)
1.      Faktor ibu, meliputi amnionitis, anemia, diabetes hioertensi ynag diinduksi oleh kehamilan, obat-obatan iinfeksi.
2.      Faktor uterus, meliputi persalinan lama, persentasi janin abnormal.
3.      Faktor plasenta, meliputi plasenta previa, solusio plasenta, insufisiensi plasenta.
4.      Faktor umbilikal, meliputi prolaps tali pusat, lilitan tali pusat.
5.      Faktor janin, meliputi disproporsi sefalopelvis, kelainan kongenital, kesulitan kelahiran.
E. MANIFESTASI KLINIK

1.  Pada Kehamilan
Denyut jantung janin lebih cepat dari 160 x/mnt atau kurang dari 100 x/mnt, halus dan ireguler serta adanya pengeluaran mekonium.
·         Jika DJJ normal dan ada mekonium : janin mulai asfiksia
·         Jika DJJ 160 x/mnt ke atas dan ada mekonium : janin sedang asfiksia
·         Jika DJJ 100 x/mnt ke bawah dan ada mekonium : janin dalam gawat

2.  Pada bayi setelah lahir
a.       Bayi pucat dan kebiru-biruan
b.      Usaha bernafas minimal atau tidak ada
c.       Hipoksia
d.      Asidosis metabolik atau respiratori
e.       Perubahan fungsi jantung
f.       Kegagalan sistem multiorgan
g.      Kalau sudah mengalami perdarahan di otak maka ada gejala neurologik : kejang, nistagmus, dan menangis kurang baik/ tidak menangis.
F. PATOFISIOLOGI

Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah rangsangan terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin) menjadi lambat. Jika kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbulah kini rangsangan dari nervus simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat akhirnya ireguler dan menghilang. Janin akan mengadakan pernafasan intrauterin dan bila kita periksa kemudian terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang.
Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut jantung mulai menurun sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara berangsur-angsur dan bayi memasuki periode apneu primer.
Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan yang dalam, denyut jantung terus menurun , tekanan darah bayi juga mulai menurun  dan bayi akan terluhat lemas (flascid). Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki periode apneu sekunder. Selama apneu sekunder, denyut jantung, tekanan darah dan kadar O2 dalam darah (PaO2) terus menurun. Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukkan upaya pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi jika resusitasi dengan pernafasan buatan dan pemberian tidak dimulai segera.
G. PATHWAY ASFIKSIA NEONATORUM
 Http:// teguhsubianto.blogspot.com

H. KEMUNGKINAN KOMPLIKASI YANG MUNCUL
Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus antara lain :
1.      Edema otak & Perdarahan otak
      Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut  sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan menurun, keadaaan ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang berakibat terjadinya edema otak, hal ini juga dapat menimbulkan perdarahan otak.
2.      Anuria atau oliguria
      Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia, keadaan ini dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang disertai dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan lebih banyak mengalir ke organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya hipoksemia pada pembuluh darah mesentrium dan ginjal yang menyebabkan pengeluaran urine sedikit.
3.      Kejang
      Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran gas dan transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan kesulitan pengeluaran CO2 hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak tersebut karena perfusi jaringan tak efektif.
4.      Koma
      Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan koma karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan pada otak.

I. PENATALAKSANAAN

Prinsip penatalaksanaan asfiksia :
1.      Pengaturan suhu
Segera setelah lahir, badan dan kepala neonatus hendaknya dikeringkan seluruhnya dengan kain kering dan hangat, dan diletakan telanjang di bawah alat/ lampu pemanas radiasi, atau pada tubuh Ibunya, bayi dan Ibu hendaknya diselimuti dengan baik, namun harus diperhatikan pula agar tidak terjadi pemanasan yang berlebihan pada tubuh bayi.
2.      Lakukan tindakan A-B-C-D (Airway/ membersihkan jalan nafas, Breathing/ mengusahakan timbulnya pernafasan/ ventilasi, Circulation/ memperbaiki sirkulasi tubuh, Drug/ memberikan obat)
A.     Memastikan saluran nafas terbuka
·         Meletakkan bayi dalam posisi kepala defleksi, bahu diganjal.
·         Menghisap mulut, hidung dan trakhea.
·         Bila perlu, masukkan pipa ET untuk memastikan saluran pernafasan terbuka.
B.     Memulai pernafasan
·         Memakai rangsangan taktil untuk memulai pernafasan.
·         Memakai VTP bila perlu, seperti sungkup dan balon, pipa ET dan balon, mulut ke mulut (hindari paparan infeksi)
C.     Mempertahankan sirkulasi darah Rangsangan dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara :
·         Kompresi dada
·         Pengobatan




D.    Pemberian obat-obatan
·         Epineprin
Indikasi : diberikan apabila frekuensi jantung tetap di bawah 80 x/mnt walaupun telah diberikan paling sedikit 30 detik VTP adekuat dengan oksigen 100 % dan kompresi dada atau frekuensi jantung. Dosis 0,1 – 0,3 ml/kg untuk larutan 1:10000. Cara pemberian dapat melalui intravena (IV) atau melalui pipa endotrakheal.
Efek : Untuk meningkatkan kekuatan dan kecepatan konstraksi jantung

·         Volume ekspander (darah/ whole blood, cairan albumin-salin 5%, Nacl, RL).
Indikasi : digunakan dalam resusitasi apabila terdapat kejadian atau diduga adanya kehilangan darah akut dengan tanda-tanda hipovolemi. Dosis 10 ml/ kg. Cara pemberian IV dengan kecepatan pemberian selama waktu 5-10 menit.
Efek : meningkatkan volume vaskuler, meningkatkan asidosis metabolik.
·         Natrium Bikarbonat
Indikasi : digunakan apabila terdapat apneu yang lama yang tidak memberikan respon terhadap terapi lain. Diberikan apabila VTP sudah dilakukan.
Efek : memperbaiki asidosis metabolik dengan meningkatkan ph darah apabila ventilasi adekuat, menimbulkan penambahan volume disebabkan oleh cairan garam hipertonik.
·         Nalakson hidroklorid/ narcan
Indikasi : depresi pernafasan yang berat atau riwayat pemberian narkotik pada Ibu dalam 4 jam sebelum persalinan.
Efek : antagonis narkotik.


ASUHAN KEPERWATAN
PADA BAYI DENGAN ASFIKSIA


A.    PENGKAJIAN
1.      Sirkulasi
·         Nadi apikal dapat berfluktuasi dari 110 sampai 180 x/mnt. Tekanan darah 60 sampai 80 mmHg (sistolik), 40 sampai 45 mmHg (diastolik).
·         Bunyi jantung, lokasi di mediasternum dengan titik intensitas maksimal tepat di kiri dari mediastinum pada ruang intercosta III/ IV.
·         Murmur biasa terjadi di selama beberapa jam pertama kehidupan.
·         Tali pusat putih dan bergelatin, mengandung 2 arteri dan 1 vena.
2.      Eliminasi
·         Dapat berkemih saat lahir.
3.      Makanan/ cairan
·         Berat badan : 2500-4000 gram
·         Panjang  badan : 44-45 cm
·         Turgor kulit elastis (bervariasi sesuai gestasi)
4.      Neurosensori
·         Tonus otot : fleksi hipertonik dari semua ekstremitas.
·         Sadar dan aktif mendemonstrasikan refleks menghisap selama 30 menit pertama  setelah kelahiran (periode pertama reaktivitas). Penampilan asimetris (molding, edema, hematoma).
·         Menangis kuat, sehat, nada sedang (nada menangis tinggi menunjukkan abnormalitas genetik, hipoglikemi atau efek narkotik yang memanjang)
5.      Pernafasan
·         Skor APGAR : 1 menit......5 menit....... skor optimal harus antara 7-10.
·         Rentang dari 30-60 permenit, pola periodik dapat terlihat.
·         Bunyi nafas bilateral, kadang-kadang krekels umum pada awalnya silindrik thorak : kartilago xifoid menonjol, umum terjadi.

6.      Keamanan
·         Suhu rentang dari 36,5º C sampai 37,5º C. Ada verniks (jumlah dan distribusi tergantung pada usia gestasi).
·         Kulit : lembut, fleksibel, pengelupasan tangan/ kaki dapat terlihat, warna merah muda atau kemerahan, mungkin belang-belang menunjukkan memar minor (misal : kelahiran dengan forseps), atau perubahan warna herlequin, petekie pada kepala/ wajah (dapat menunjukkan peningkatan tekanan berkenaan dengan kelahiran atau tanda nukhal), bercak portwine, nevi telengiektasis (kelopak mata, antara alis mata, atau pada nukhal) atau bercak mongolia (terutama punggung bawah dan bokong) dapat terlihat. Abrasi kulit kepala mungkin ada (penempatan elektroda internal)

B.     PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
·         PH tali pusat : tingkat 7,20 sampai 7,24 menunjukkan status parasidosis, tingkat rendah menunjukkan asfiksia bermakna.
·         Hemoglobin/ hematokrit (HB/ Ht) : kadar Hb 15-20 gr dan Ht 43%-61%.
·         Tes combs langsung pada daerah tali pusat. Menentukan adanya kompleks antigen-antibodi pada membran sel darah merah, menunjukkan kondisi hemolitik.

C.     PRIORITAS KEPERAWATAN
·         Meningkatkan upaya kardiovaskuler efektif.
·         Memberikan lingkungan termonetral dan mempertahankan suhu tubuh.
·         Mencegah cidera atau komplikasi.
·         Meningkatkan kedekatan orang tua-bayi.




D.    DIAGNOSA KEPERAWATAN
                      I.      Bersihan jalan nafas tidak efektif  b.d produksi mukus banyak.
                   II.      Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi
                III.      Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi.
                IV.      Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi pemajanan pada agen-agen infeksius.
                   V.      Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d kurangnya suplai O2 dalam darah.
                VI.      Proses keluarga terhenti b.d pergantian dalam status kesehatan anggota keluarga.

E.     INTERVENSI
DP I. Bersihan jalan nafas tidak efektif  b.d produksi mukus banyak.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan jalan nafas lancar.
NOC I : Status Pernafasan : Kepatenan Jalan Nafas
Kriteria Hasil :
1.      Tidak menunjukkan demam.
2.      Tidak menunjukkan cemas.
3.      Rata-rata repirasi dalam batas normal.
4.      Pengeluaran sputum melalui jalan nafas.
5.      Tidak ada suara nafas tambahan.
            NOC II : Status Pernafasan : Pertukaran Gas
            Kriteria Hasil :
1.      Mudah dalam bernafas.
2.      Tidak menunjukkan kegelisahan.
3.      Tidak adanya sianosis.
4.      PaCO2 dalam batas normal.
5.      PaO2 dalam batas normal.
6.      Keseimbangan perfusi ventilasi


            Keterangan skala :
1.      : Selalu Menunjukkan
2.      : Sering Menunjukkan
3.      : Kadang Menunjukkan
4.      : Jarang Menunjukkan
5.      : Tidak Menunjukkan
            NIC I : Suction jalan nafas
            Intevensi :
1.      Tentukan kebutuhan oral/ suction tracheal.
2.      Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suction .
3.      Beritahu keluarga tentang suction.
4.      Bersihkan daerah bagian tracheal setelah suction selesai dilakukan.
5.      Monitor status oksigen pasien, status hemodinamik segera sebelum, selama dan sesudah suction.
           NIC II : Resusitasi : Neonatus
1.      Siapkan perlengkapan resusitasi sebelum persalinan.
2.      Tes resusitasi bagian suction dan aliran O2 untuk memastikan dapat berfungsi dengan baik.
3.      Tempatkan BBL di bawah lampu pemanas radiasi.
4.      Masukkan laryngoskopy untuk memvisualisasi trachea untuk menghisap mekonium.
5.      Intubasi dengan endotracheal untuk mengeluarkan mekonium dari jalan nafas bawah.
6.      Berikan stimulasi taktil pada telapak kaki atau punggung bayi.
7.      Monitor respirasi.
8.      Lakukan auskultasi untuk memastikan vetilasi adekuat.

            DP II. Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan pola nafas menjadi efektif.
            NOC : Status respirasi : Ventilasi
            Kriteria hasil :
1.      Pasien menunjukkan pola nafas yang efektif.
2.      Ekspansi dada simetris.
3.      Tidak ada bunyi nafas tambahan.
4.      Kecepatan dan irama respirasi dalam batas normal.
Keterangan skala :
                        1 : Selalu Menunjukkan
                        2 : Sering Menunjukkan
                        3 : Kadang Menunjukkan
                        4 : Jarang Menunjukkan
5 : Tidak Menunjukkan
NIC : Manajemen jalan nafas
Intervensi :
1)      Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan melakukan pengisapan lender.
2)      Pantau status pernafasan dan oksigenasi sesuai dengan kebutuhan.
3)      Auskultasi jalan nafas untuk mengetahui adanya penurunan ventilasi.
4)      Kolaborasi dengan dokter untuk pemeriksaan AGD dan pemakaian alan bantu nafas
5)      Siapkan pasien untuk ventilasi mekanik bila perlu.
6)      Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan.

            DP III. Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi.
            Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan pertukaran gas teratasi.
NOC : Status respiratorius : Pertukaran gas
Kriteria hasil :
1.      Tidak sesak nafas
2.      Fungsi paru dalam batas normal
            Keterangan skala :
                        1 : Selalu Menunjukkan
                        2 : Sering Menunjukkan
                        3 : Kadang Menunjukkan
                        4 : Jarang Menunjukkan
5 : Tidak Menunjukkan
NIC : Manajemen asam basa
Intervensi :
1)      Kaji bunyi paru, frekuensi nafas, kedalaman nafas dan produksi sputum.
2)      Pantau saturasi O2 dengan oksimetri
3)      Pantau hasil Analisa Gas Darah

DP IV. Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi pemajanan pada agen-agen infeksius.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan risiko cidera dapat dicegah.
            NOC : Pengetahuan : Keamanan Anak
            Kriteria hasil :
1.      Bebas dari cidera/ komplikasi.
2.      Mendeskripsikan aktivitas yang tepat dari level perkembangan anak.
3.      Mendeskripsikan teknik pertolongan pertama.
            Keterangan Skala :
                        1 : Tidak sama sekali
                        2 : Sedikit
                        3 : Agak
                        4 : Kadang
                        5 : Selalu
            NIC : Kontrol Infeksi
            Intervensi :
1.      Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah merawat bayi.
2.      Pakai sarung tangan steril.
3.      Lakukan pengkajian fisik secara rutin terhadap bayi baru lahir, perhatikan pembuluh darah tali pusat dan adanya anomali.
1.      Ajarkan keluarga tentang tanda dan gejala infeksi dan melaporkannya pada pemberi pelayanan kesehatan.
2.      Berikan agen imunisasi sesuai indikasi (imunoglobulin hepatitis B dari vaksin hepatitis B bila serum ibu mengandung antigen permukaan hepatitis B (Hbs Ag), antigen inti hepatitis B (Hbs Ag) atau antigen E (Hbe Ag).

DP V. Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d kurangnya suplai O2 dalam darah.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan suhu tubuh normal.
NOC I : Termoregulasi : Neonatus
Kriteria Hasil :
1.      Temperatur badan dalam batas normal.
2.      Tidak terjadi distress pernafasan.
3.      Tidak gelisah.
4.      Perubahan warna kulit.
5.      Bilirubin dalam batas normal.
Keterangan skala :
1 : Selalu Menunjukkan
2 : Sering Menunjukkan
3 : Kadang Menunjukkan
4 : Jarang Menunjukkan
5 : Tidak Menunjukkan
NIC I : Perawatan Hipotermi
Intervensi :
1.      Hindarkan pasien dari kedinginan dan tempatkan pada lingkungan yang hangat.
2.      Monitor gejala yang berhubungan dengan hipotermi, misal fatigue, apatis, perubahan warna kulit dll.
3.      Monitor temperatur dan warna kulit.
4.      Monitor TTV.
5.      Monitor adanya bradikardi.
6.      Monitor status pernafasan.
NIC II : Temperatur Regulasi
Intervensi :
1.      Monitor temperatur BBL setiap 2 jam sampai suhu stabil.
2.      Jaga temperatur suhu tubuh bayi agar tetap hangat.
3.      Tempatkan BBL pada inkubator bila perlu.

DP VI. Proses keluarga terhenti b.d pergantian dalam status kesehatan anggota keluarga.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan koping keluarga adekuat.
NOC I : Koping keluarga
Kriteria Hasil :
1.      Percaya dapat mengatasi masalah.
2.      Kestabilan prioritas.
3.      Mempunyai rencana darurat.
4.      Mengatur ulang cara perawatan.
Keterangan skala :
1 : Tidak pernah dilakukan
2 : Jarang dilakukan
3 : Kadang dilakukan
4 : Sering dilakukan
5 : Selalu dilakukan
NOC II : Status Kesehatan Keluarga
Kriteria Hasil :
1.      Status kekebalan anggota keluarga.
2.      Anak mendapatkan perawatan tindakan pencegahan.
3.      Akses perawatan kesehatan.
4.      Kesehatan fisik anggota keluarga.
Keterangan Skala :
1 : Selalu Menunjukkan
2 : Sering Menunjukkan
3 : Kadang Menunjukkan
4 : Jarang Menunjukkan
5 : Tidak Menunjukkan
NIC I : Pemeliharaan proses keluarga
Intervensi :
1.      Tentukan tipe proses keluarga.
2.      Identifikasi efek pertukaran peran dalam proses keluarga.
3.      Bantu anggota keluarga untuk menggunakan mekanisme support yang ada.
4.      Bantu anggota keluarga untuk merencanakan strategi normal dalam segala situasi.
NIC II : Dukungan Keluarga
Intervensi :
1.      Pastikan anggota keluarga bahwa pasien memperoleh perawat yang terbaik.
2.      Tentukan prognosis beban psikologi dari keluarga.
3.      Beri harapan realistik.
4.      Identifikasi alam spiritual yang diberikan keluarga.

F.      EVALUASI
DP I. Bersihan jalan nafas tidak efektif  b.d produksi mukus banyak.
NOC I
Kriteria Hasil :
1.      Tidak menunjukkan demam.(skala 3)
2.      Tidak menunjukkan cemas.(skala 3)
3.      Rata-rata repirasi dalam batas normal.(skala 3)
4.      Pengeluaran sputum melalui jalan nafas.(skala 3)
5.      Tidak ada suara nafas tambahan.(skala 3)
NOC II
Kriteria Hasil :
1.      Mudah dalam bernafas.(skala 3)
2.      Tidak menunjukkan kegelisahan.(skala 3)
3.      Tidak adanya sianosis.(skala 3)
4.      PaCO2 dalam batas normal.(skala 3)
5.      PaO2 dalam batas normal.(skala 3)
      DP II. Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi.
      Kriteria hasil :
  1. Pasien menunjukkan pola nafas yang efektif.(skala 3)
  2. Ekspansi dada simetris.(skala 3)
  3. Tidak ada bunyi nafas tambahan.(skala 3)
  4. Kecepatan dan irama respirasi dalam batas normal.(skala 3)
DP III. Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi.
Kriteria hasil :
  1. Tidak sesak nafas.(skala 3)
  2. Fungsi paru dalam batas normal.(skala 3)
DP IV. Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi pemajanan pada agen-agen infeksius.
1.      Bebas dari cidera/ komplikasi.(skala 4)
2.      Mendeskripsikan aktivitas yang tepat dari level perkembangan anak.(skala 4)
3.      Mendeskripsikan teknik pertolongan pertama.(skala 4)
DP V. Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d kurangnya suplai O2 dalam darah.
NOC I
Kriteria Hasil :
1.      Temperatur badan dalam batas normal.(skala 3)
2.      Tidak terjadi distress pernafasan. (skala 3)
3.      Tidak gelisah. (skala 3)
4.      Perubahan warna kulit. (skala 3)
5.      Bilirubin dalam batas normal. (skala 3)
NOC II
Kriteria Hasil :
1.      Status kekebalan anggota keluarga. (skala 3)
2.      Anak mendapatkan perawatan tindakan pencegahan. (skala 3)
3.      Akses perawatan kesehatan. (skala 3)
4.      Kesehatan fisik anggota keluarga. (skala 3)
DP IV. Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi pemajanan pada agen-agen infeksius.
NOC I
Kriteria Hasil :
1.      Percaya dapat mengatasi masalah. (skala 3)
2.      Kestabilan prioritas. (skala 3)
3.      Mempunyai rencana darurat. (skala 3)
4.      Mengatur ulang cara perawatan. (skala 3)
NOC II
            Kriteria Hasil :
1.      Status kekebalan anggota keluarga. (skala 3)
2.      Anak mendapatkan perawatan tindakan pencegahan. (skala 3)
3.      Akses perawatan kesehatan. (skala 3)
4.      Kesehatan fisik anggota keluarga.


















DAFTAR PUSTAKA

Carpenito. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC
Hassan, R dkk. 1985. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jilid 3. Jakarta : Informedika
Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Jilid II. Jakarta : Media Aesculapius.
Santosa, B. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda. Definisi dan Klasifikasi. Jakarta : Prima Medika.
Wilkinson. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Criteria Hasil NOC. Edisi 7. Jakarta : EGC
Manuaba, I. B. 1998. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana. Jakarta : EGC
Mochtar. R. 1989. Sinopsis Obstetri. Jakarta : EGC
Saifudin. A. B. 2001. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Straight. B. R. 2004. Keperawatan Ibu Baru Lahir. Edisi 3. Jakarta : EGC
               terdapat pada http: www. Freewebs.comasfiksia pola cidera asfiksia.htm (1 Juni 2008)     


ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN TUBERKULOSIS/TBC

B. Asuhan Keperawatan
Dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan metode proses keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 4 tahap yaitu : Pengkajian, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. (H. Lismidar, 1990, IX)
1. Pengkajian
Pengkajian adalah komponen kunci dan pondasi proses keperawatan, pengkajian terbagi dalam tiga tahap yaitu, pengumpulan data, analisa data dan diagnosa keperawatan. (H. Lismidar, 1990. Hal 1)
a. Pengumpulan data
Dalam pengumpulan data ada urutan – urutan kegiatan yang dilakukan yaitu :
1). Identitas klien
Nama, umur, kuman TBC menyerang semua umur, jenis kelamin, tempat tinggal (alamat), pekerjaan, pendidikan dan status ekonomi menengah kebawah dan satitasi kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan penderita TB patu yang lain. (dr. Hendrawan Nodesul, 1996. Hal 1)
2). Riwayat penyakit sekarang
Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit yang di rasakan saat ini. Dengan adanya sesak napas, batuk, nyeri dada, keringat malam, nafsu makan menurun dan suhu badan meningkat mendorong penderita untuk mencari pengonbatan.
3). Riwayat penyakit dahulu
Keadaan atau penyakit – penyakit yang pernah diderita oleh penderita yang mungkin sehubungan dengan tuberkulosis paru antara lain ISPA efusi pleura serta tuberkulosis paru yang kembali aktif.
4). Riwayat penyakit keluarga
Mencari diantara anggota keluarga pada tuberkulosis paru yang menderita penyakit tersebut sehingga sehingga diteruskan penularannya.
5). Riwayat psikososial
Pada penderita yang status ekonominya menengah ke bawah dan sanitasi kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan penderita tuberkulosis paru yang lain (dr. Hendrawan Nodesul, 1996).
6). Pola fungsi kesehatan
a). Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada klien dengan TB paru biasanya tinggal didaerah yang berdesak – desakan, kurang cahaya matahari, kurang ventilasi udara dan tinggal dirumah yang sumpek. (dr. Hendrawan Nodesul, 1996)
b). Pola nutrisi dan metabolik
Pada klien dengan TB paru biasanya mengeluh anoreksia, nafsu makan menurun. (Marilyn. E. Doenges, 1999)
c). Pola eliminasi
Klien TB paru tidak mengalami perubahan atau kesulitan dalam miksi maupun defekasi
d). Pola aktivitas dan latihan
Dengan adanya batuk, sesak napas dan nyeri dada akan menganggu aktivitas. (Marilyn. E. Doegoes, 1999)
e). Pola tidur dan istirahat
Dengan adanya sesak napas dan nyeri dada pada penderita TB paru mengakibatkan terganggunya kenyamanan tidur dan istirahat. (Marilyn. E. Doenges, 1999)
f). Pola hubungan dan peran
Klien dengan TB paru akan mengalami perasaan asolasi karena penyakit menular. (Marilyn. E. Doenges, 1999)
g). Pola sensori dan kognitif
Daya panca indera (penciuman, perabaan, rasa, penglihatan, dan pendengaran) tidak ada gangguan.
h). Pola persepsi dan konsep diri
Karena nyeri dan sesak napas biasanya akan meningkatkan emosi dan rasa kawatir klien tentang penyakitnya. (Marilyn. E. Doenges, 1999)
i). Pola reproduksi dan seksual
Pada penderita TB paru pada pola reproduksi dan seksual akan berubah karena kelemahan dan nyeri dada.
j). Pola penanggulangan stress
Dengan adanya proses pengobatan yang lama maka akan mengakibatkan stress pada penderita yang bisa mengkibatkan penolakan terhadap pengobatan. (dr. Hendrawan Nodesul, 1996. Hal 23)
k). Pola tata nilai dan kepercayaan
Karena sesak napas, nyeri dada dan batuk menyebabkan terganggunya aktifitas ibadah klien.
7). Pemeriksaan fisik
Berdasarkan sistem – sistem tubuh
a). Sistem integumen
Pada kulit terjadi sianosis, dingin dan lembab, tugor kulit menurun
b). Sistem pernapasan
Pada sistem pernapasan pada saat pemeriksaan fisik dijumpai
inspeksi : adanya tanda – tanda penarikan paru, diafragma, pergerakan napas yang tertinggal, suara napas melemah. (Purnawan Junadi DKK, th 1982, hal 213)
Palpasi : Fremitus suara meningkat. (Hood Alsogaff, 1995. Hal 80)
Perkusi : Suara ketok redup. (Soeparman, DR. Dr. 1998. Hal 718)
Auskultasi : Suara napas brokial dengan atau tanpa ronki basah, kasar dan yang nyaring. (Purnawan. J. dkk, 1982, DR. Dr. Soeparman, 1998. Hal 718)
c). Sistem pengindraan
Pada klien TB paru untuk pengindraan tidak ada kelainan
d). Sistem kordiovaskuler
Adanya takipnea, takikardia, sianosis, bunyi P2 syang mengeras. (DR.Dr. Soeparman, 1998. Hal 718)
e). Sistem gastrointestinal
Adanya nafsu makan menurun, anoreksia, berat badan turun. (DR.Dr. Soeparman, 1998. Hal 718)
f). Sistem muskuloskeletal
Adanya keterbatasan aktivitas akibat kelemahan, kurang tidur dan keadaan sehari – hari yang kurang meyenangkan. (Hood Al Sagaff, 1995. Hal 87)
g). Sistem neurologis
Kesadaran penderita yaitu komposments dengan GCS : 456
h). Sistem genetalia
Biasanya klien tidak mengalami kelainan pada genitalia
8). Pemeriksaan penunjang
a). Pemeriksaan Radiologi
Tuberkulosis paru mempunyai gambaran patologis, manifestasi dini berupa suatu koplek kelenjar getah bening parenkim dan lesi resi TB biasanya terdapat di apeks dan segmen posterior lobus atas paru – paru atau pada segmen superior lobus bawah. (Dr. dr. Soeparman. 1998). Hal 719)
b). Pemeriksaan laboratorium
(1). Darah
Adanya kurang darah, ada sel – sel darah putting yang meningkatkan serta laju endap darah meningkat terjadi pada proses aktif. (Head Al Sagaff. 1995. Hal 91)
(2). Sputum
Ditemukan adanya Basil tahan Asam (BTA) pada sputum yang terdapat pada penderita tuberkulosis paru yang biasanya diambil pada pagi hari. (DR. Dr. Soeparman dkk, 1998. Hal 719, Barbara. T. long. Long. Hal 447, th 1996)
(3). Test Tuberkulosis
Test tuberkulosis memberikan bukti apakah orang yang dites telah mengalami infeksi atau belum. Tes menggunakan dua jenis bahan yang diberikan yaitu : Old tuberkulosis (OT) dan Purifled Protein Derivative (PPD) yang diberikan dengan sebuah jarum pendek (1/2 inci) no 24 – 26, dengan cara mecubit daerah lengan atas dalam 0,1 yang mempunyai kekuatan dosis 0,0001 mg/dosis atau 5 tuberkulosis unit (5 TU). Reaksi dianggap bermakna jika diameter 10 mm atau lebih reaksi antara 5 – 9 mm dianggap meragukan dan harus di ulang lagi. Hasil akan diketahui selama 48 – 72 jam tuberkulosis disuntikkan. (DR. Dr. Soeparman, 1998, hal 721, Sylvia. A. price, 1995, hal 755, Barbara. C. long, 1996, hal 446)
b. Analisa data
Data yang telah dikumpulkan kemudian dianalisa untuk menentukan masalah klien. Masalah klien yang timbul yaitu, sesak napas, batuk, nyeri dada, nafsu makan menurun, aktivitas, lemas, potensial, penularan, gangguan tidur, gangguan harga diri.
c. Diagnosa keperawatn
Tahap akhir dari perkajian adalah merumuskan Diagnosa keperawatan. Diagnosa keperawatan merupakan suatu pernyataan yang jelas tentang masalah kesehatan klien yang dapat diatas dengan tindakan keperawatan (H. Lismidar, 1990, 12)
Dari analisa data diatas yang ada dapat dirumuskan diagnosa keperawatan pada klien dengan tuberkulosis paru komplikasi haemaptoe sebagai berikut :
1). Ketidakefektifan pola pernapasan sehubungan dengan sekresi mukopurulen dan kurangnya upaya batuk (Marilyn E. Doenges, 1999)
2). Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang sehubungan dengan keletihan, anorerksia atau dispnea. (Marilyn. E. Doenges, 1999)
3). Potensial terhadap transmisi infeksi yang sehubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang resiko potongan. (Marilyn. E. Doenges, 1999)
4). Kurang pengetahuan yang sehubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit dan penatalaksanaan perawatan dirumah.
5). Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubugan dengan sekret kental, kelemahan dan upaya untuk batuk. (Marilyn. E. Doenges, 1999)
6). Potensial terjadinya kerusakan pertukaran gas sehubungan dengan penurunan permukaan efektif proses dan kerusakan membran alveolar – kapiler. (Marilyn. E. Doenges, 1999)
7). Ganggguan pemenuhan kebutuhan tidur sehubungan daerah sesak napas dan nyeri dada. (lynda, J. Carpenito, 1998)
2. Perencaaan
Setelah mengumpulkan data, mengelompokan dan menentukan Diagnosa keperawatan, maka tahap selanjutnya adalah menyusun perencaan. Dalam tahap perencanaan ini meliputi 3 menentukan prioritas Diagnosa keperawatan, menentukan tujuan merencanakan tindakan keperawatan.
Dan Diagnosa keperawatan diatas dapat disusun rencana keperawatan sebagai berikut :
a. Diagnosa keperawatan pertama : ketidakefektifan pola pernapasan yang sehubungan dengan sekresi mukopurulen dan kurangnya upaya batuk.
1. Tujuan : pola nafas efektif
2. Kriteria hasil :
- klien mempertahankan pola pernafasan yang efektif
- frekwensi irama dan kedalaman pernafasan normal (RR 16 – 20 kali/menit)
- dipsnea berkurang
3. Rencana tindakan
a). Kaji kualitas dan kedalaman pernapasan, penggunaan otot aksesori pernapasan : catat setiap peruhan
b). Kaji kualitas spotum : warna, bau, knsistensi
c). Auskultasi bunyi napas setiap 4 jam
d). Baringan klien untuk mengoptimalkan pernapasan : posisi semi fowler tinggi.
e). Bantu dan ajakan klien berbalik posisi, batuk dan napas dalam setiap 2 jam sampai 4 jam.
f). Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat – obatan
4. Rasional
a). Mengetahui penurunan bunyi napas karena adanya sekret
b). Mengetahui perubahan yang terjadi untuk memudahkan pengobatan selanjutnya.
c). Mengetahui sendiri mungkin perubahan pada bunyi napas
d). Membantu mengembangkan secara maksimal
e). Batuk dan napas dalam yang tetap dapat mendorong sekret laluar
f). Mencegah kekeringan mukosa membran, mengurangi kekentalan sekret dan memperbesar ukuran lumen trakeobroncial
b. Diagnosa keperawatan kedua : perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang sehubungan dengan anoreksia, keletihan atau dispnea.
1). Tujuan : terjadi peningkatan nafsu makan, berat badan yang stabil dan bebas tanda malnutrisi
2). Kriteria hasil
- Klien dapat mempertahankan status malnutrisi yang adekuat
- Berat badan stabil dalam batas yang normal
3). Rencana tindakan
a). Mencatat status nutrisi klien, turgor kulit, berat badan, integritas mukosa oral, riwayat mual / muntah atau diare.
b). Pastikan pola diet biasa klien yang disukai atau tidak
c). Mengkaji masukan dan pengeluaran dan berat badan secara periodik
d). Berikan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernafasan
e). Dorong makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan karbohidrat.
f). Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menetukan komposisi diet.
4). Rasional
a). Berguna dalam mendefenisikan derajat / wasnya masalah dan pilihan indervensi yang tepat.
b). Membantu dalam mengidentifukasi kebutuhan / kekuatan khusus. Pertimbangan keinginan individu dapat memperbaiki masakan diet.
c). Berguna dalam mengukur keepektifan nutrisi dan dukungan cairan
d). Menurunkan rasa tidak enak karena sisa sputun atau obat untuk pengobatan respirasi yang merangsang pusat muntah.
e). Memaksimalkan masukan nutrisi tanpa kelemahan yang tak perlu / legaster.
f). Memberikan bantuan dalam perencanaan diet dengan nutrisi adekuat untuk kebutuhan metabolik dan diet.
c. Diagnosa keperawatan ketiga : potensial terhadap tranmisi infeksi yang sehubungan dengan kurangnya pengtahuan tentang resiko patogen.
1). Tujuan : klien mengalami penurunan potensi untuk menularkan penyakit seperti yang ditunjukkan oleh kegagalan kontak klien untuk mengubah tes kulit positif.
2). Kriteria hasil :
klien mengalami penurunan potensi menularkan penyakit yang ditunjukkan oleh kegagalan kontak klien.
3). Rencana tindakan.
a). Identifikasi orang lain yang berisiko. Contah anggota rumah, sahabat.
b). Anjurkan klien untuk batuk / bersin dan mengeluarkan pada tisu dan hindari meludah serta tehnik mencuci tangan yang tepat.
c). Kaji tindakan. Kontrol infeksi sementara, contoh masker atau isolasi pernafasan.
d). Identifikasi faktor resiko individu terhadap pengatifan berulang tuberkulasis.
e). Tekankan pentingnya tidak menghentikan terapi obat.
f). Kolaborasi dan melaporkan ke tim dokter dan Depertemen Kesehatan lokal.
4). Rasional
a). Orang yang terpajan ini perlu program terapi obat intuk mencegah penyebaran infeksi
b). Perilaku yang diperlukan untuk mencegah penyebaran infeksi
c). Dapat membantu menurunkan rasa terisolasi klien dengan membuang stigma sosial sehubungan dengan penyakit menular
d). Pengetahuan tentang faktor ini membantu klien untuk mengubah pola hidup dan menghindari insiden eksaserbasi
e). Periode singkat berakhir 2 sampai 3 hari setelah kemoterapi awal, tetapi pada adanya rongga atau penyakit luas, sedang resiko penyebaran infeksi dapat berlanjut sampai 3 bulan
f). Membantu mengidentifikasi lembaga yang dapat dihubungi untuk menurunkan penyebaran infeksi
d. Diagnosa keperawatan keempat : kurangnya pengetahuan yang berhungan dengan kuranganya impormasi tentang proses penyakit dan penatalaksanaan perawatan di rumah.
1). Tujuan : klien mengetahui pengetahuan imformasi tentang penyakitnya
2). Kriteria hasil :
Klien memperlihatkan peningkatan tingkah pengetahuan mengenai perawatan diri.
3) Rencana tindakan
a) Kaji kemampuan klien untuk belajar mengetahui masalah, kelemahan, lingkungan, media yang terbaik bagi klien.
b) Identifikasi gejala yang harus dilaporkan keperawatan, contoh hemoptisis, nyeri dada, demam, kesulitan bernafas.
c) Jelaskan dosis obat, frekuensi pemberian, kerja yang diharapkan dan alasan pengobatan lama,kaji potensial interaksi dengan obat lain.
d) Kaji potensial efek samping pengobatan dan pemecahan masalah.
e) Dorong klien atau orang terdekat untuk menyatakan takut atau masalah, jawab pertanyaan secara nyata.
f) Berikan intruksi dan imformasi tertulis khusus pada klien untuk rujukan contoh jadwal obat.
g) Evaluasi kerja pada pengecoran logam / tambang gunung, semburan pasir.
4) Rasional
a) Belajar tergantung pada emosi dan kesiapan fisik dan ditingkatkan pada tahapan individu.
b) Dapat menunjukkan kemajuan atau pengaktifan ulang penyakit atau efek obat yang memerlukan evaluasi lanjut.
c) Meningkatkan kerjasama dalam program pengobatan dan mencegah penghentian obat sesuai perbaikan kondisi klien.
d) Mencegah dan menurunkan ketidaknyamanan sehubungan dengan terapi dan meningkatkan kerjasama dalam program.
e) Memberikan kesempatan untuk memperbaiki kesalahan konsepsi / peningkatan ansietas.
f) Informasi tertulis menurunkan hambatan klien untuk mengingat sejumlah besar informasi. Pengulangan penguatkan belajar.
g) Terpajan pada debu silikon berlebihan dapat meningkatkan resiko silikosis, yang dapat secara nagatif mempengaruhi fungsi pernafasan.
e. Diagnosa keperawatan kelima : ketidakefektifan jalan nafas yang sehubungan dengan sekret kental, kelemahan dan upaya untuk batuk.
1) Tujuan : jalan nafas efektif
2) Kriteria hasil :
- klien dapat mengeluarkan sekret tanpa bantuan
- klien dapat mempertahankan jalan nafas
- pernafasan klien normal (16 – 20 kali per menit)
3) Rencana tindakan :
a) Kaji fungsi pernafasan seperti, bunyi nafas, kecepatan, irama, dan kedalaman penggunaan otot aksesori
b) Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa / batuk efektif.
c) Berikan klien posisi semi atau fowler tinggi, bantu klien untuk batuk dan latihan untuk nafas dalam.
d) Bersihkan sekret dari mulut dan trakea.
e) Pertahanan masukan cairan seditnya 2500 ml / hari, kecuali ada kontraindikasi.
f) Lembabkan udara respirasi.
g) Berikan obat-obatan sesuai indikasi : agen mukolitik, bronkodilator , dan kortikosteroid.
4) Rasional.
a) Penurunan bunyi nafas dapat menunjukan atelektasis, ronkhi, mengi menunjukkan akumulasi sekret / ketidakmampuan untuk membersihkan jalan nafas yang dapat menimbulkan penggunaan otot aksesori pernafasan dan peningkatan kerja penafasan.
b) Pengeluaran sulit jika sekret sangat tebal sputum berdarah kental diakbatkan oleh kerusakan paru atau luka brongkial dan dapat memerlukan evaluasi lanjut.
c) Posisi membatu memaksimalkan ekspansi paru dan men urunkan upaya pernapasan. Ventilasi maksimal meningkatkan gerakan sekret kedalam jalan napas bebas untuk dilakukan.
d) Mencegah obstruksi /aspirasi penghisapan dapat diperlukan bila klien tak mampu mengeluaran sekret.
e) Pemasukan tinggi cairan membantu untuk mengecerkan sekret membuatnya mudah dilakukan.
f) Mencegah pengeringan mambran mukosa, membantu pengenceran sekret.
g) Menurunkan kekentalan dan perlengketan paru, meningkatkan ukuran kemen percabangan trakeobronkial berguna padu adanya keterlibatan luas dengan hipoksemia.
f. Diagnosa keperawatan keenam : potensial terjadinya kerusakan pertukaran gas sehubungan dengan penurunan permukaan efektif paru dan kerusakan membran alveolar – kapiler.
1) Tujuan : Pertukaran gas berlangsung normal
2) Kreteria hasil :
- Melaporkan tak adanya / penurunan dispnea
- Klien menunjukan tidak ada gejala distres pernapasan
- Menunjukan perbaikan ventilasi dan oksigen jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal
3) Rencana tindakan
a) Kaji dispnea, takipnea, menurunya bunyi napas, peningkatan upaya pernapasan terbatasnya ekspansi dinding dada
b) Evaluasi perubahan pada tingkat kesadaran, catat sionosis perubahan warna kulit, termasuk membran mukosa
c) Tujukkan / dorong bernapas bibir selama ekshalasi
d) Tngkatkan tirah bang / batasi aktivitas dan bantu aktivitas perawatan diri sesuai keperluan
e) Awasi segi GDA / nadi oksimetri
f) Berikan oksigen tambahan yang sesuai
4) Rasional
a) TB paru menyebabkan efek luas dari bagian kecil bronko pneumonia sampai inflamasidifus luas. Efek pernapasan dapat dari ringan sampai dispnea berat sampai distress pernapasan
b) Akumulasi sekret . pengaruh jalan napas dapat menganggu oksigenasi organ vital dan jarigan
c) Membuat, sehingga tahanan melawan udara luar, untuk mencegah kolaps membantu menyebabkan udara melalui paru dan menghilangkan atau menurtunkan napas pendek
d) Menurunkan konsumsi oksigen selama periode menurunan pernapasan dapat menurunkan beratnya gejala
e) Penurunan kandungan oksigen (PaO2) dan atau saturasi atau peningkatan PaCO2 menunjukan kebutuhan untuk intervensi / perubahan program terapi
f) Alat dalam memperbaiki hipoksemia yang dapat terjadi sekunder terhadap penurunan ventilasi atau menurunya permukaan alveolar paru.
g. Diagnosa keperawatn ketujuh : Gangguan pemenuhan tidur dan istirahat sehubungan dengan sesak napas dan nyeri dada.
1) Tujuan : kebutuhan tidur terpenuhi
2) Kriteria hasil :
- memahami faktor yang menyebabkan gangguan tidur
- Dapat menangani penyebab tidur yang tidak adekuat
- Tanda – tanda kurang tidur dan istirahat tidak ada
3) Rencana tindakan
a) kaji kebiasaan tidur penderita sebelum sakit dan saat sakit
b) Observasi efek abot – obatan yang dapat di derita klien
c) Mengawasi aktivitas kebiasaan penderita
d) Anjurkan klien untuk relaksasi pada waktu akan tidur.
e) Ciptakan suasana dan lingkungan yang nyaman
4) Rasional
a) Untuk mengetahui sejauh mana gangguan tidur penderita
b) Gangguan psikis dapat terjadi bila dapat menggunakan kartifosteroid temasuk perubahan mood dan uisomnia
c) Untuk mengetahui apa penyebab gangguan tidur penderita
d) Memudahkan klien untuk bisa tidur
e) Lingkungan dan siasana yang nyaman akan mempermudah penderita untuk tidur.
3. Pelaksanaan
Pada tahap pelaksanaan ini, fase pelaksanaan terdiri dari berbagai kegiatan yaitu :
1. Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan konsulidasi
2. Keterampilan interpersonal, intelektual, tehnical, dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat
3. Keamanan fisik dan psikologia dilindungi
4. Dokumentasi intervensi dan respon klien
( Budi Anna keliat, SKP, th 1994, hal 13)
4. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan. Semua tahap proses keperawatan (Diagnosa, tujuan untervensi) harus di evaluasi, dengan melibatkan klien, perawatan dan anggota tim kesehatan lainnya dan bertujuan untuk menilai apakah tujuan dalam perencanaan keperawatan tercapai atau tidak untuk melakukan perkajian ulang jika tindakan belum hasil.
Ada tiga alternatif yang dipakai perawat dalam menilai suatu tindakan berhasil atau tidak dan sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan itu tercapai dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan rencana yang ditentukan, adapu alternatif tersebut adalah :
1. Tujuan tercapai
2. Tujuan tercapai sebagian
3. Tujuan tidak tercapai
(Budi Anna Keliat, SKP, th 1994, hal 69











































Definition :
Vulva merupakan bagian luar dari sistem reproduksi wanita, yang meliputi labia, lubang vagina, lubang uretra dan klitoris.
Cause :
Faktor resiko terjadinya kanker vulva:
  1. Infeksi HPV atau kutil kelamin (kutil genitalis)
    HPV merupakan virus penyebab kutil kelamin dan ditularkan melalui hubungan seksual.
  2. Pernah menderita kanker leher rahim atau kanker vagina
  3. Infeksi sifilis
  4. Diabetes
  5. Obesitas
  6. Tekanan darah tinggi.
  7. Usia
    Tigaperempat penderita kanker vulva berusia diatas 50 tahun dan dua pertiganya berusia diatas 70 tahun ketika kanker pertama kali terdiagnosis.
    Usia rata-rata penderita kanker invasif adalah 65-70 tahun.
  8. Hubungan seksual pada usia dini
  9. Berganti-ganti pasangan seksual
  10. Merokok
  11. Infeksi HIV
    HIV adalah virus penyebab AIDS. Virus ini menyebabkan kerusakan pada sistem kekebalan tubuh sehingga wanita lebih mudah mengalami infeksi HPV menahun.
  12. Golongan sosial-ekonimi rendah
    Hal ini berhubungan dengan pelayanan kesehatan yang adekuat, termasuk pemeriksaan kandungan yang rutin.
  13. Neoplasia intraepitel vulva (NIV)
  14. Liken sklerosus
    Penyakit ini menyebabkan kulit vulva menjadi tipis dan gatal.
  15. Peradangan vulva menahun
  16. Melanoma atau tahi lalat atipik pada kulit selain vulva.

Sign & Symptoms :
Kanker vulva mudah dilihat dan teraba sebagai benjolan, penebalan ataupun luka terbuka pada atau di sekitar lubang vagina.
Kadang terbentuk bercak bersisik atau perubahan warna. Jaringan di sekitarnya mengkerut disertai gatal-gatal.
Pada akhirnya akan terjadi perdarahan dan keluar cairan yang encer.

Gejala lainnya adalah:
- nyeri ketika berkemih
- nyeri ketika melakukan hubungan seksual.

Hampir 20% penderita yang tidak menunjukkan gejala.
Diagnose :
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala, hasil pemeriksaan fisik dan hasil biopsi jaringan.

Staging (Menentukan stadium kanker)

Staging merupakan suatu peroses yang menggunakan hasil-hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan diagnostik tertentu untuk menentukan ukuran tumor, kedalaman tumor, penyebaran ke organ di sekitarnya dan penyebaran ke kelenjar getah bening atau organ yang jauh.
Dengan mengetahui stadium penyakitnya maka dapat ditentukan rencana pengobatan yang akan dijalani oleh penderita.

Jika hasil biopsi menunjukkan bahwa telah terjadi kanker vulva, maka dilakukan beberapa pemeriksaan untuk mengetahui penyebaran kanker ke daerah lain:
·  Sistoskopi (pemeriksaan kandung kemih)
·  Proktoskopi (pemeriksaan rektum)
·  Pemeriksaan panggula dibawah pengaruh obat bius
·  Rontgen dada
·  CT scan dan MRI.

Stadium kanker vulva dari sistem FIGO:
- Stadium 0 (karsinoma in situ, penyakit Bowen) : kanker hanya ditemukan di permukaan kulit vulva
- Stadium I : kanker ditemukan di vulva dan/atau perineum (daerah antara rektum dan vagina). Ukuran tumor sebesar 2 cm atau kurang dan belum menyebar ke kelenjar getah bening
- Stadium IA : kanker stadium I yang telah menyusup sampai kedalaman kurang dari 1 mm
- Stadium IB: kanker stadium I yang telah menyusup lebih dalam dari 1 mm
- Stadium II : kanker ditemukan di vulva dan/atau perineu, dengan ukuran lebih besar dari 2 cm tetapi belum menyebar ke kelenjar getah bening
- Stadium III : kanker ditemukan di vulva dan/atau perineum serta telah menyebar ke jaringan terdekat (misalnya uretra, vagina, anus) dan/atau telah menyebar ke kelenjar getah bening selangkangan terdekat.
- Stadium IVA : kanker telah menyebar keluar jaringan terdekat, yaitu ke uretra bagian atas, kandung kemih, rektum atau tulang panggul, atau telah menyebar ke kelenjar getah bening kiri dan kanan
- Stadium IVB : kanker telah menyebar ke kelenjar getah bening di dalam panggul dan/atau ke organ tubuh yang jauh.

Treatment :
Terdapat 3 jenis pengobatan untuk penderita kanker vulva:
  1. Pembedahan
    - Eksisi lokal luas : dilakukan pengangkatan kanker dan sejumlah jaringan normal di sekitar kanker
    - Eksisi lokal radikal : dilakukan pengangkatan kanker dan sejumlah besar jaringan normal di sekitar kanker, mungkin juga disertai dengan pengangkatan kelenjar getah bening
    - Bedah laser : menggunakan sinar laser untuk mengangkat sel-sel kanker
    - Vulvektomi skinning : dilakukan pengangkatan kulit vulva yang mengandung kanker
    - Vulvektomi simplek : dilakukan pengangkatan seluruh vulva
    - Vulvektomi parsial : dilakukan pengangkatan sebagian vulva
    - Vulvektomi radikal : dilakukan pengangkatan seluruh vulva dan kelenjar getah bening di sekitarnya.
    - Eksenterasi panggul : jika kanker telah menyebar keluar vulva dan organ wanita lainnya, maka dilakukan pengangkatan organ yang terkena (misalnya kolon, rektum atau kandung kemih) bersamaan dengan pengangkatan leher rahim, rahim dan vagina.
    Untuk membuat vulva atau vagina buatan setelah pembedahan, dilakukan pencangkokan kulit dari bagian tubuh lainnya dan bedah plastik.
  2. Terapi penyinaran
    Pada terapi penyinaran digunakan sinar X atau sinar berenergi tinggi lainnya utnuk membunuh sel-sel kanker dan memperkecil ukuran tumor.
    Pada radiasi eksternal digunakan suatu mesin sebagai sumber penyinaran; sedangkan pada radiasi internal, ke dalam tubuh penderita dimasukkan suatu kapsul atau tabung plastik yang mengandung bahan radioaktif.
  3. Kemoterapi
    Pada kemoterapi digunakan obat-obatan untuk membunuh sel-sel kanker. Obat tersedia dalam bentuk tablet/kapsul atau suntikan (melalui pembuluh darah atau otot).
    Kemoterapi merupakan pengobatan sistemik karena obat masuk ke dalam aliran darah sehingga sampai ke seluruh tubuh dan bisa membunuh sel-sel kanker di seluruh tubuh.
Pengobatan berdasarkan stadium
Pengobatan kanker vulva tergantung kepada stadium dan jenis penyakit serta usia dan keadaan umum penderita.

- Kanker vulva stadium 0
  1. Eksisi lokal luas atau bedah laser, atau kombinasi keduanya
  2. Vulvektomi skinning
  3. Salep yang mengandung obat kemoterapi
- Kanker vulva stadium I
  1. Eksisi lokal luas
  2. Eksisi lokal radikal ditambah pengangkatan seluruh kelenjar getah bening selangkangan dan paha bagian atas terdekat pada sisi yang sama dengan kanker
  3. Vulvektomi radikal dan pengangkatan kelenjar getah bening selangkangan pada salah satu atau kedua sisi tubuh
  4. Terapi penyinaran saja.
- Kanker vulva stadium II
  1. Vulvektomi radikal dan pengangkatan kelenjar getah bening selangkangan kiri dan kanan. Jika sel kanker ditemukan di dalam kelenjar getah bening, maka dilakukan setelah pembedahan dilakukan penyinaran yang diarahkan ke panggul
  2. Terapi penyinaran saja (pada penderita tertentu).
- Kanker vulva stadium III
  1. Vulvektomi radikal dan pengangkatan kelenjar getah bening selangkangan dan kelenjar getah bening paha bagian atas kiri dan kanan.
    Jika di dalam kelenjar getah bening ditemukan sel-sel kanker atau jika sel-sel kanker hanya ditemukan di dalam vulva dan tumornya besar tetapi belum menyebar, setelah pembedahan dilakukan terapi penyinaran pada panggul dan selangkangan
  2. Terapi radiasi dan kemoterapi diikuti oleh vulvektomi radikal dan pengangkatan kelenjar getah bening kiri dan kanan
  3. Terapi penyinaran (pada penderita tertentu) dengan atau tanpa kemoterapi.
- Kanker vulva stadium IV
  1. Vulvektomi radikal dan pengangkatan kolon bagian bawah, rektum atau kandung kemih ( tergantung kepada lokasi penyebaran kanker) disertai pengangkatan rahim, leher rahim dan vagina (eksenterasi panggul)
  2. Vulvektomi radikal diikuti dengan terapi penyinaran
  3. Terapi penyinaran diikuti dengan vulvektomi radikal
  4. Terapi penyinaran (pada penderita tertentu) dengan atau tanpa kemoterapi dan mungkin juga diikuti oleh pembedahan.
- Kanker vulva yang berulang (kambuh kembali)
  1. Eksisi lokal luas dengan atau tanpa terapi penyinaran
  2. Vulvektomi radikal dan pengangkatan kolon, rektum atau kandung kemih (tergantung kepada lokasi penyebaran kanker) disertai dengan pengangkatan rahim, leher rahim dan vagina (eksenterasi panggul)
  3. Terapi penyinaran ditambah dengan kemoterapi dengan atau tanpa pembedahn
  4. Terapi penyinaran untuk kekambuhan lokal atau untuk mengurangi gejala nyeri, mual atau kelainan fungsi tubuh.

Prevention :
Ada 2 cara untuk mencegah kanker vulva:
  1. Menghindari faktor resiko yang bisa dikendalikan
  2. Mengobati keadaan prekanker sebelum terjadinya kanker invasif.
Keadaan prekanker bisa ditemukan dengan menjalani pemeriksaan sistem reproduksi secara teratur dan memeriksakan setiap ruam, tahi lalat, benjolan atau kelainan vulva lainnya yang sifatnya menetap.
Pengobatan NIV bisa mencegah sejumlah kasus kanker invasif.

Melanoma bisa dicegah dengan mengangkat tahi lalat atipik.

Setiap wanita hendaknya mewaspadai setiap perubahan yang terjadi pada kulit vulva dengan melakukan pemeriksaan sendiri (dengan bantuan sebuah cermin) setiap bulan.


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Manajemen Berbasis Sekolah merupakan model manajemen pendidikan yang telah dilaksanakan di beberapa Negara.Di Indonesia penerepan model Manajemen Berbasis Sekolah disesuaikan terlebih dahulu dengan sistem pendididkan di Indonesia.
            Manajemen Berbasis Sekolah diterapkan dengan tujuan agar sekolah diberi wewenang untuk mengelola sekolah semaksimal mungkin sesuai dengan visi dan misi sekolah tersbut agar mutu pendidikan dapat ditingkatkan.Dalam model Manajemen Berbasis Sekolah kewenangan pengambilan keputusan tidak berada pada kepala sekolah seorang diri, seperti yang terjadi selama ini, tetapi dilakukan secra kolektif bersama guru dibanru komite sekolah.
            Untuk mendukung pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah ini satuan pendidikan yang ada di sekolah, seperti guru dan kepala sekolah perlu mengetahui alasan landasan dan bagaimana menerapkan Manajemen Berbasis Sekolah disekolah nya masing-masing.

B.     Masalah dan Rumusan masalah
Berdasarkan uraian diatas timbulah permasalahan dari Manajemen Berbasis Sekolah seperti :
1.      Kurangnya tanggung jawab pengelola sekolah terhadap sarana dan prasarana secara keseluruhan dalam Manajemen Berbasis Sekolah
2.      Tenaga kependidikan yang kurang memadai dalam mewujudkan Manajemen Berbasis Sekolah

C.    Pemecahan Masalah
Berdasarkan uraian diatas penyedian pelayanan minimal akan dapat dirasakan anak didik secara merata didalam Manajemen Berbasis Sekolah.

D.    Tujuan Penulisan
Berdasarkan pemecahan masalah diatas tujuan Manajemen Berbasis Sekolah untuk memberdayakan secara optimal tenaga profesional pendidikan disekolah.











BAB II
ISI

            Dengan melaksanakan Manajemen Berbasis Sekolah maka semua lembaga atau badan terkait mengetahui :
1.      Fungsi pendidkan dikaitakan dengan perkembangan zaman
2.      Model pendidkan dikaitakan dengan perkembangan zaman
3.      Pendidikan nilai terkait dengan Manajamen Berbasis sekolah/disebar luaskan
4.      Alasan perlunya Manajemen Berbasis Sekolah disebarluaskan
5.      Manajemen Berbasis Sekolah sebagai kebijakan nasional
6.      Pengertian dan karakteristik pemerintah sentralisasi dan desentralisasi
7.      Kelebihan dan kelemahan pemerintahan yang bersifat sentralisasi dan desentralisasi
8.      Standar pelayanan minimal pengelolaan pendidikan
9.      Peningkatan kemampuan personel pengelola sekolah dan tenaga kependidikan melalui berbagai training
10.  Formulasi pendanaan pendidikan berbasis sekolah
11.  Konsep dasar dan esensi dari Manajemen Berbasis Sekolah
12.  Manajenen Berbasis Sekolah dan mutu pendidikan
13.  Sekolah efektif dan Manajemen Berbasis Sekolah
14.  Manajemen Berbasis Sekolah dibeberapa negara
15.  Elemen pokok dalam Manajemen Berbasis Sekolah
16.  Hubungan antar elemen penyelenggaraan pendidikan dalam sistem Sisdiknas.
17.  Pembentukan dewan pendidikan dan koie sekolah
18.  Langkah-langkah Manajemen Berbasis Sekolah
19.  Pelakasanaan rintisan Manajemen Berbais Sekolah di Indonesia
Agar Manajemen Berbasis Sekolah dapat kita capai sesuai dengan harapan ada 6 langkah yang harus kita tempuh antara lain:
1.      Landasan filosofi Manajemen Berbasis Sekolah
2.      Sentralisasi versus Desentralisasi
3.      Kebijakan pemerintah untuk menjamin Manajemen Berbasis Sekolah
4.      Desentralisasi pada tingkat pendidikan di sekolah(Manajemen Berbasis Sekolah)
5.      Desentralisasi pada tingkat pendidikan sekolah(manajemen Berbasis Sekolah)
6.      Implementasi Manajemen Bebasis Sekolah di Indonesia


1.      LANDASAN FILOSOFIS MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH  

Alasan-alasan diterapkannya Manajemen Berbasis Sekolah terbagi dua yaitu:
a.       Alasan yang bersifat filosofis
b.      Alasan yang berdasarkan pada hukum/peraturan perundangan
Landasan pendidikan yang bersifat filosofis perkembangan dan kemajuan pendidikan yang disesuaikan dengan perkembangan zaman.
Landasan pendidikan yang berdasarkan pada hukum/peraturan perundangan meliputi:
a.       Undang-undang sistem pendidikan nasional pasal 51 UU no 20 2003
1.      Pertimbangan
“Bahwa sistem pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal,nasional,dan global sehingga perlu dilakukan pembaruan pendidikan secara terencana,terarah dan berkesinambungan”. 
2.      Pendidikan dan Pendidikan Nasional
“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktifmengembangkan potensi dirina untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,pengendalian diri,kepribadian,kecerdasan,akhlak mulia,serta keterempilan yang diperlukan dirinya,masyarakat,bangsa dan negara”.

3.      Definisi Kurikulum
“Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan,isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan tertentu” .

4.  Rumusan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah
“Dewan pendidikan adalah lembaga mandiri yang beranggotakan berbagai unsur masyarakat yang peduli pendidikan.”
Sedangkan komite sekolah dirumuskan sebagai berikut:
“Komite sekolah/Madrasah adalah lembaga mandiri yang beranggotakan orang tua/wali peserta didik,komunitas sekolah,serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan”.

5. Prinsip penyelenggaraan pendidikan
Prinsip penyelenggaraan pendidikan, pasal 4, ayat(1) menegaskan bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminarif, dengan menjunjung hak asasi manusia,nilai keagamaan,nilau kultural, dan kemajemukan bangsa.

6.      Wajib Belajar
Kewajiban setiap warga negara yang berusia tujuh sampai lima belas tahun untuk mengikuti pendidikan dasar (pasal 6 ayat[11]), juga ada kewajiban pemerintah untuk memberikan layanan dan kemudahan serta menjamin terselenggranya pendidikan yang bernutu bagi warga negara, tanpa diskriminasi (pasal 11 ayai[1]). Juga ada penegasan bahwa wajib belajar diselnggarakan oleh pemerintah dan pemerintah daerah minimal jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya dari peserta didik (pasal 34 ayat[2]).

7.      Standar Nasional
Standar nasional pendidikan pada pasal         35 ayat(1) dan (2) dirumuskan sebagai berikut:
Ayat(1)
“Standar nasional pendidikn terdiri atas standar isi,proses,kompetensi lulusan,tenaga kependidikan,sarana dan prasarana,pengelolaan,pembiayaan,dan penilaian pendidikan yang harus ditingkatkan secara berebcana dan berkala”.
Ayat(2)
“Standar nasional pendidikan digunakan sebagai acuan pengembangan kurikulum,tenaga pendidikan,sarana dan prasarana,pengelolaan dan pembiayaan”.

8.      Kurikulum
Sejalan dengan adanya standar nasional,pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional (pasal 36 ayat[1]). Ditegaskan lebih lanjut bahwa kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat (a) pendidikan agama (b) pendidikan kewarganegaraan (c) bahasa (d) matematika (e) ilmu pengetahuan alam (f) ilmu pengetahuan sosial (g) seni dan budaya (h) pendidikan jasmani dan olah raga (i) keterampilan/kejujuran dan (j) muatan lokal (pasal 37 ayat[1]).
9.      Pendanaan Pendidikan
Pada pasal 48 ayat (1) disebutkan bahwa pengelolaan dana pendidikan berdasarkan pada prinsip keadilan, efisiensiensi, transparansi, dan akuntabilitasi publik. Sementara itu pasal 49 ayat (1), sejalan dengan hasil amandemen UUD 1945, menyebutkan “dana pendidikan selain gaji pendidik dialokasikan minimal 20% dari anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan minimal Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)”.

10.  Pengelolaan Pendidikan
            Hal penting lainnya adalah masalah pengelolaan pendidikan yang dirumuskan dalam satu bab sendiri, yaitu Bab XIV. Butir-butir penting yang patut diperhatikan diantaranya adalah sebagai berikut:
a.       Pemerintah menentukan kebijakan nasional dan standar nasional pendidikan untuk menjamin mutu pendidikan nasional (pasal 50 ayat [2]).
b.      Pemerintah daerah provinsi melakukan koordinasi atas penyelengaraan pendidikan, pengembangan tenaga pendidikan, dan penyediaan fasilitas penyelenggaran pendidikan lintas daerah kabupaten/kota untuk meningkatkan pendidikan dasar dan menengah(Pasal 50 ayat [4]).
c.       Pemerintah kabupaten/kota mengelola pendidikan menengah, serta satuan pendidikan yang berbasis keunggulan lokal (Pasal 50 ayat [5]).
d.      Pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, dasar, dan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah (Pasal 51 ayat [1]). Di dalam penjelasan ayat ini disebutkan bahwa yang dimaksud dengan menajemen berbasis sekolah/madrasah adalah bentuk otonomi manajemen sekolah/madrasah dan guru dibantu oleh Komite Sekolah/Madrasah dalam mengelola kegiatan pendidikan.

11.  Peran serta masyarakat
Dalam hal peran serta masyarakat dalam pendidikan terdapat butir-butir ketentuan baru yang mendukung konsep pendidikan berbasis masyarakat seperti berikut:
a.       Masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat pada pendidikan formal dan nonformal sesuia dengan kekhasan agama,lingkungan,sosial,dan budaya untuk kepentingan masyarakat(pasa 55 ayat[1])
b.      Masyarakat pendidikan berbasis masyarakat mengembangkan dan meleksanakan kurikulum dan evaluasi pendidikan, serta manajemen dan pendanaannya sesuai dengan standar nasional pendidikan(pasal 55 ayat [2])
c.       Masyarakat berperan dalm peningkatan mutu pelayanan pendidikan yang meliputi perencanaan,pengawasan,dan evaluasi program pendidikan melalui dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah(pasal 56 ayat[1])



d.      Dewan pendidikan sebagai lembaga mandiri dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan dengan memberkan pertimbangan,arahan dan dukunga tenaga, sarana dan prasarana,serta pendidikan pengawasan pendidikan pada tingkat nasional,provinsi,kabupaten/kota yang tidak mempunyai hubungan hierarkis(pasa 56 ayat [2])
e.       Komite sekolah/madrasah, sebagai lembaga mandiri,dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan dengan memberikan pertimbangan,arahan dan dukungan tenaga,sarana dan prasarana,serta pendidikan pengawasan pada tingkat satuan pendidikan (pasal 56 ayat[3])
12.  Evaluasi,Akreditasi, dan sertifikasi
Utuk menjamin mutu dan akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan mengatur tentang evaluasi,akreditasi dan sertifikasi.Butir-butir ketentuan penting mengenai ketiga hal tersebut antara lain:
a.       Evaluasi dilakukan dalm rangka pengendalian mutu pendidikan secara nasional sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan(pasal 57 ayat[1])
b.      Evaluasi dilakukan pada peserta didik,lembaga, dan program pendidikan pada jalur formal dan nonformal untuk samua jenjang,satuan,dan jenis pendidikan (pasal 57 ayat[2])
c.       Evaluasi peserta didik,satuan pendidikan,dan program pendidikan dilakukan oleh lembaga mandiri secara berkala,menyeluruh,transparan,dan sistematik untuk menilai pencapaian standar nasioanal pendidikan (pasal 58 ayat[2])
d.      Pemerintah dan pemerintah daerah melakukan evaluasi terhadap pengelola,satuan,jalur,jenjang, dan jenis pendidikan 9pasal 59 ayat[1])
e.       Masyarakat dan organisasi profesi dapat membetuk lembaga yang mandiri untuk melakukan evaluasi sebgaimana dimaksud dalam pasal 58 (pasal 59 ayat[2])
f.       Akreditasi dilakukan untuk menentukan kelayakan program dan sutuan pendidikan pada jalur formal dan nonformal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan (pasal 60 ayat [1]
g.      Akreditasi terhadap program dan satuan pendidikan dilakukan oleh pemerintah dan lembaga mandiri yang berwenang sebai bentuk akuntabilitas publik (pasal 60 ayat[2])
h.      Sertifikat berbentuk ijazah dan sertifikat kompetensi (pasal 61 ayat[1])
i.        Ijazah diberikan kepada peserta didik sebagi pengakuan terhadap prestasi belajar dan penyelesaian suatu jenjang pendidikan setelah lulus ujian yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi (pasal 62 ayat [2])


2.      HUBUNGAN SENTRALISASI DAN DESENTRALISASI DALAM MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH   

            Sejak reformasi dimulai tahun 1999 Undang-undang pendidikan diberi dorongan untuk merubah sistem pendidikan sehingga pelaksanaan pendidikan dipusat dan di daerah diberi keseimbangan untuk melaksanakan beberapa kebijakan diantaranya:
1.      Dekonsentrasi, yaitu penyerahan sejumlah kewenangan administratif atau tanggung jawab ari suatu kementerian pada tingkat dibawahnya sehingga beban kerja pejabat pusat berpindah keluar kantor pusat atau derah dan dilaksanakan sesuai kondisi, tetapi tetap berpedoman pada petunjuk pusat. Di Indonesia, tugas yang dilakukan pemerintah provinsi sebagian adalah tugas dekonsentrasi.
2.      Delegasi, yaitu penyerahan tanggung jawab pengelolaan (managerial) hanya untuk fungsi-fungsi khusus tertentu. Termasuk diantaranya pendelegasian wewenang khusus untuk masalah personel saja, atau masalah sarana dan prasarana saja.
3.      Devolusi, didalamnya terkandung pengertian mewujudkan unit mandiri dibawah struktur organisasi yang secara hukum maupun keuangan berstatus otonom dan independen. Penguasa pusat hanya melakukan kontrol secara tidak langsung.
4.      Privatisasi,yang merupakan penyerahan kewenangan dan tanggung jawab secara penuh, yang bisa dilakukan kepada perusahaan swasta atau individu dan mungkin juga kepada lembaga swadaya masyarakat.






PETA KOMPETENSI
MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH



Menjelaskan Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah di Indonesia

Menjelaskan Model Manajemen Berbasis Sekolah Menurut Sisdiknas

Menjelaskan Desentralisasi Penyelenggarakan Pendidikan di Sekolah








Menjelaskan Konsep Sentralisasi dan Desentralisasi

Menjelaskan Desentralisasi Pengelolaan Pendidikan

Menjelaskan Kebijakan Pemerintah untuk menjamin MBS







Menjelaskan Landasan Filosofis Manajemen Berbasis Sekolah dan Otonomi Penyelenggaraan Pendidikan















A.    KELEBIHAN DAN KEKURANGAN SENTRALISASI  DAN DESENTRALISASI DALAM MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH

            Kelebihan Sentralisasi adalah: semakin kompleks organisasi,dimana terdapat sejumlah spesialisasi tugas dan jabatan sehingga banyak keahlian dan kemampuan untuk mengambil keputusan.
            Kekurangan Sentralisasi adalah : dengan banyaknya karyawan yang profesional diprediksi akan ada formasi yang longgar serta lebih terikat kepada keputusan strategis dibanding keputusan operasional.
            Kelebihan Desentralisasi adalah: dapat merespon perubahan yang terjadi sesuai dengan kondisi setempat secara lebih cepat dan tepat.
            Kekurangan Desentralisasi adalah : tidak dapat merespon perubahan yang terjadi sesuai dengan kondisi setempat secara lebih cepat dan tepat.

B.     KEBIJAKAN PEMERINTAH UNTUK MENJAMIN MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH.

            Kalau Manajemen Berbasis Sekolah ditujukan untuk efektivitas dan efesiensi pengelolaan serta akuntabilitasnya kepada berbagai standar pelayanan minimal menjadi permasalahan pokok dalam pencapaian kualitasnya. Sekolah tidak bisa bicara banyak tentang mutu . Maka dengan ini pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Pendidikan Pasal 51 ,ayat(1) berbunyi :Pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini ,pendidikan dasar dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip Manajemen Berbasis Sekolah.Keputusan Mendiknas Nomor 035/U/2001 Lampiran dua dengan pembagian dan sasaran sbb:

1.      TUJUAN PENYELENGGARAAN
2.      STANDAR KOMPETENSI SISWA
3.      KURIKULUM
4.      ANAK DIDIK
5.      KETENAGAAN
6.      SARANA DAN PRASARANA
7.      ORGANISASI
8.      PEMBIAYAAN
9.      PERANSERTA MASYARAKAT
10.  MANAJEMEN SEKOLAH
11.  INDIKOTOR KEBERHASILAN

1.TUJUAN PENYELENGGARAAN
            a. Taman Kanak-kanak
            b. Sekolah Dasar
            c. Sekolah Lanjutan Pertama
2.STANDAR  KOMPETENSI SISWA
a.       a Akhlak dan budi pekerti yang luhur
b.      Pengetahuan dan keterampilan dasar yang sesuai dengan kurikulum
c.       Kecerdasan dan kebugaran apresiasi seni dan dasar-dasar olahraga sesuai bakat dan minatnya
d.      Kemampuan untuk melanjutkan pendidikan kejenjang pendidikan yang lebih tinggi


3. KURIKULUM
a.       Susunan program pengajaran
b.      Materi pengajaran
c.       Strategi belajar mengajar
d.      Bahasa pengantar
e.       Penilaian hasil belajar
f.       Bimbingan belajar
4. ANAK DIDIK
a.       Daya tampung siswa
b.      Persyaratan sebagai Siswa
c.       Pakaian Siswa
d.      Unit Kegiatan Siswa
5. KETENAGAAN
a.       Kepala Sekolah
b.      Tenaga Guru
c.       Tenaga Administrasi
d.      Penjaga Sekolah
6. SARANA DAN PRASARANA
a.Ruangan pendidikan
b.Ruangan administrasi
c.Ruangan penunjang
d.Buku pelajara
7. ORGANISASI
a.       Kelompok Kerja Guru
b.      Kelompok Kerja Kepala Sekolah
c.       Musyawarah guru mata pelajaran
8.PEMBIAYAAN
a. Pemeritah
b. Dana masyarakat
c. Dana hibah pinjaman dan sebagainya
9.PERAN SERTA MASYARAKAT
a. Komite Sekolah
b. Alumni Sekolah
c. Donatur peduli sekolah
10. MANAJEMEN SEKOLAH
a.Merumuskan visi, misi dan target mutu
b.Merencanakan program sekolah
c.Melaksanakan program yang telah ditetapkan
d. Memonitur dan mengevaluasi pelaksanaan program
e. Merumuskan target mutu baru
f. Melaporkan kemajuan yang dicapai kepada orang tua, masyarakat, dan 
    pemerintah(stakeholders pendidikan)
12.  INDIKATOR KEBERHASILAN
a.       Kurikulum                         e. Organisasi               
b.      Anak didik                                    f. Pembiayaan
c.       Ketenagaan                       g. Manajemen Sekolah
d.      Sarana dan Prasarana        h. Peran serta Masyarakat
 
Daftar Pustaka


1.      Departemen Pendidikan Nasional RI. (2001). Manajemen Berbasis Sekolah untuk Sekolah Dasar. Jakarta: Ditjen Dikdasmen.

2.      Departemen Pendidikan Nasional RI. (2002). Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah: Perencanaan Program Pelaksanaan; Buku 2. Jakarta: Depdiknas.

3.      Departemen Pendidikan Nasional RI. (2002). Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah: Perencanaan Program Pelaksanaan; Buku 2. Jakarta: Depdiknas.

4.      Departemen Pendidikan Nasional RI. (2002). Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah: Panduan Monitoring dan Evaluasi; Buku 3. Jakarta: Depdiknas.

5.      Departemen Pendidikan Nasional RI. (2002). Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah: Pedoman Tata Krama dan Tata Tertib Kehidupan Sosial Sekolah Bagi SLTP; Buku 4. Jakarta: Depdiknas.

6.      Departemen Pendidikan Nasional RI. (2002). Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah: Pembelajaran dan Pengajaran Kontekstual; Buku 5. Jakarta: Depdiknas.

7.      Direktorat SLTP Depdiknas dan Unnes. Hasil Monitoring Program Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS) tahun 2001. Jakarta: Direktorat SLTP.

8.      Hadiyanto, dkk. (2004). Studi Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah di SMP. Jakarta: Puslitjak Balitbang Depdiknas.

9.      Irwan, Ade, dkk. (2004). Mendagangkan Sekolah, Studi Kebijakan Manajemen Berbasis Sekolah di DKI Jakarta. Jakarta: Indonesia Corruption Watch.


 
BAB II
ISI
Pengertian Komunikasi Terapeutik Dan Pengertian Penyakit HIV/AIDS
  • Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yg direncanakan secara sadar, bertujuan dan dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Komunikasi terapeutik mengarah pada bentuk komunikasi interpersonal.
  • Northouse (1998: 12), komunikasi terapeutik adalah kemampuan atau keterampilan bidan untuk membantu pasien beradaptasi terhadap stres, mengatasi gangguan psikologis, dan belajar bagaimana berhubungan dengan orang lain.
  • Stuart G.W. (1998), komunikasi terapeutik merupakan hubungan interpesonal antara bidan dengan pasien, dalam hubungan ini Keperawatan dan pasien memperoleh pengalaman belajar bersama dalam rangka memperbaiki pengalaman emosional pasien.
·         HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus yang dapat menyebabkan AIDS dengan cara menyerang sel darah putih yang bernama sel CD4 sehingga dapat merusak sistem kekebalan tubuh manusia yang pada akhirnya tidak dapat bertahan dari gangguan penyakit walaupun yang sangat ringan sekalipun.
·         Virus HIV menyerang sel CD4 dan merubahnya menjadi tempat berkembang biak Virus HIV baru kemudian merusaknya sehingga tidak dapat digunakan lagi. Sel darah putih sangat diperlukan untuk sistem kekebalan tubuh. Tanpa kekebalan tubuh maka ketika diserang penyakit maka tubuh kita tidak memiliki pelindung. Dampaknya adalah kita dapat meninggal dunia terkena pilek biasa.

Seseorang yang terkena virus HIV pada awal permulaan umumnya tidak memberikan tanda dan gejala yang khas, penderita hanya mengalami demam selama 3 sampai 6 minggu tergantung daya tahan tubuh saat mendapat kontak virus HIV tersebut. Setelah kondisi membaik, orang yang terkena virus HIV akan tetap sehat dalam beberapa tahun dan perlahan kekebelan tubuhnya menurun/lemah hingga jatuh sakit karena serangan demam yang berulang. Satu cara untuk mendapat kepastian adalah dengan menjalani Uji Antibodi HIV terutamanya jika seseorang merasa telah melakukan aktivitas yang berisiko terkena virus HIV.
1.      Saluran pernafasan. Penderita mengalami nafas pendek, henti nafas sejenak, batuk, nyeri dada dan demam seprti terserang infeksi virus lainnya (Pneumonia). Tidak jarang diagnosa pada stadium awal penyakit HIV AIDS diduga sebagai TBC.
2.      Saluran Pencernaan. Penderita penyakit AIDS menampakkan tanda dan gejala seperti hilangnya nafsu makan, mual dan muntah, kerap mengalami penyakit jamur pada rongga mulut dan kerongkongan, serta mengalami diarhea yang kronik.
3.      Berat badan tubuh. Penderita mengalami hal yang disebut juga wasting syndrome, yaitu kehilangan berat badan tubuh hingga 10% dibawah normal karena gangguan pada sistem protein dan energy didalam tubuh seperti yang dikenal sebagai Malnutrisi termasuk juga karena gangguan absorbsi/penyerapan makanan pada sistem pencernaan yang mengakibatkan diarhea kronik, kondisi letih dan lemah kurang bertenaga.
4.      System Persyarafan. Terjadinya gangguan pada persyarafan central yang mengakibatkan kurang ingatan, sakit kepala, susah berkonsentrasi, sering tampak kebingungan dan respon anggota gerak melambat. Pada system persyarafan ujung (Peripheral) akan menimbulkan nyeri dan kesemutan pada telapak tangan dan kaki, reflek tendon yang kurang, selalu mengalami tensi darah rendah dan Impoten.
5.      System Integument (Jaringan kulit). Penderita mengalami serangan virus cacar air (herpes simplex) atau carar api (herpes zoster) dan berbagai macam penyakit kulit yang menimbulkan rasa nyeri pada jaringan kulit. Lainnya adalah mengalami infeksi jaringan rambut pada kulit (Folliculities), kulit kering berbercak (kulit lapisan luar retak-retak) serta Eczema atau psoriasis.
6.      Saluran kemih dan Reproduksi pada wanita. Penderita seringkali mengalami penyakit jamur pada vagina, hal ini sebagai tanda awal terinfeksi virus HIV. Luka pada saluran kemih, menderita penyakit syphillis dan dibandingkan Pria maka wanita lebih banyak jumlahnya yang menderita penyakit cacar. Lainnya adalah penderita AIDS wanita banyak yang mengalami peradangan rongga (tulang) pelvic dikenal sebagai istilah 'pelvic inflammatory disease (PID)' dan mengalami masa haid yang tidak teratur (abnormal).

Ø  Tidak berganti-ganti pasangan seksual.
Ø  Pencegahan kontak darah, misalnya pencegahan terhadap penggunaan jarum suntik yang diulang.
Ø   Dengan formula A-B-C
·         ABSTINENSIA artinya tidak melakukan hubungan seks sebelum menikah.
·         BE FAITHFUL artinya jika sudah menikah hanya berhubungan seks dengan pasangannya saja.
·         CONDOM artinya pencegahan dengan menggunakan kondom.

Kendatipun dari berbagai negara terus melakukan researchnya dalam mengatasi HIV AIDS, namun hingga saat ini penyakit AIDS tidak ada obatnya termasuk serum maupun vaksin yang dapat menyembuhkan manusia dari Virus HIV penyebab penyakit AIDS. Adapun tujuan pemberian obat-obatan pada penderita AIDS adalah untuk membantu memperbaiki daya tahan tubuh, meningkatkan kualitas hidup bagi meraka yang diketahui terserang virus HIV dalam upaya mengurangi angka kelahiran dan kematian. 
Penyakit HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah penyakit yang paling ditakuti karena belum ada vaksin atau obat yang bisa menyembuhkannya. Kenali gejala dari HIV untuk melakukan deteksi dini.
Virus yang mematikan ini akan menyerang sistem kekebalan yang membuat tubuh kehilangan kemampuan untuk melawan penyakit, sehingga tubuh lebih rentan terhadap berbagai penyakit.
Jika gejala ini tidak segera diobati, maka bisa menyebabkan AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) yang merupakan penyakit mematikan. AIDS timbul sebagai dampak berkembangbiaknya virus HIV di dalam tubuh manusia.
Gejala-gejala yang muncul dari HIV bisa mempengaruhi seseorang secara bertahap. Setelah virus memasuki tubuh, maka virus akan berkembang dengan cepat.
Virus ini akan menyerang limfosit CD4 (sel T) dan menghancurkan sel-sel darah putih sehingga mempengaruhi sistem kekebalan tubuh. Setiap tahapan dari infeksi akan menunjukkan gejala yang berbeda.
Tahap awal dari infeksi virus ini biasanya tidak menunjukkan tanda-tanda atau gejala apapun, gejala baru akan muncul setelah dua sampai empat minggu setelah terinfeksi. Seseorang bisa mengeluh mengalami sakit kepala yang berat dan persisten disertai dengan demam.
ketika seseorang terinfeksi maka gejala awal yang muncul terkadang mirip dengan flu atau infeksi virus sedang.Gejala dan tanda awal dari HIV termasuk demam, sakit kepala, kelelahan, mual, diare dan pembengkakan kelenjar getah bening di leher, ketiak atau pangkal paha.
Gejala-gejala ini hampir sama dengan infeksi virus lainnya. Karena itu banyak orang yang terinfeksi HIV tidak menyadari bahwa dirinya sudah terinfeksi hingga bertahun-tahun sehingga mencapai stadium lanjut.
Pusat pengendalian penyakit (Center for Disease Control/CDC) mengungkapkan ada beberapa gejala yang menunjukkan stadium lanjut dari HIV yaitu:
1.                 Kehilangan berat badan dengan cepat tanpa adanya alas an
2.                 Batuk kering
3.                 Demam berulang atau berkeringat saat malam hari
4.                 Kelelahan
5.                 Diare yang lebih dari seminggu
6.                 Kehilangan memori
7.                 Depresi dan juga gangguan saraf lainnya.
Salah satu cara untuk mendeteksinya adalah dengan mengukur jumlah sel-sel darah putih, karena biasanya seseorang dengan HIV akan memiliki jumlah sel darah putih yang kecil.
HIV bukan merupakan penyakit yang mudah untuk didiagnosis, ada dua hal yang harus diperhatikan yaitu kenali gejala yang ada dan melakukan pemeriksaan ke dokter.HIV disebabkan kebanyakan karena perilaku gonta ganti pasangan seks tanpa menggunakan kondom atau orang-orang yang memakai narkoba karena gantian menggunakan jarum suntik.
Penularan dan Penyebaran Virus HIV AIDS
Ø  Darah
Contoh : Tranfusi darah, terkena darah hiv+ pada kulit yang terluka, terkena darah menstruasi pada kulit yang terluka, jarum suntik, dsb
Ø  Cairan Semen, Air Mani, Sperma dan Peju Pria
Contoh : Laki-laki berhubungan badan tanpa kondom atau pengaman lainnya, oral seks, dsb.
Ø  Cairan Vagina pada Perempuan
Contoh : Wanita berhubungan badan tanpa pengaman, pinjam-meminjam alat bantu seks, oral seks, dll.
Ø  Air Susu Ibu / ASI
Contoh : Bayi minum asi dari wanita hiv+, Laki-laki meminum susu asi pasangannya, dan lain sebagainya.
Cairan Tubuh yang tidak mengandung Virus HIV pada penderita HIV+ :
Ø  Air liur / air ludah / saliva
Ø  Feses / kotoran / tokai / bab / tinja
Ø  Air mata
Ø  Air keringat
Ø  Air seni / air kencing / air pipis / urin / urine
Ø   
Langkah langkah  komunikasih Terapeutik pada penyakit HIV/AIDS
Manfaat Komunikasi Terapeutik
  1. Mendorong dan menganjurkan kerjasama antara Keperawatan -pasien.
  2. Mengidentifikasi, mengungkap perasaan dan mengkaji masalah serta mengevaluasi tindakan yang dilakukan Keperawatan.
  3. Memberikan pengertian tingkah laku pasien dan membantu pasien mengatasi masalah yang dihadapi.
  4. Mencegah tindakan yang negatif terhadap pertahanan diri pasien.

Ciri Komunikasi Terapeutik
Komunikasi terapeutik mempunyai ciri sebagai berikut :
1)      Terjadi antara bidan dengan pasien,
2)      Mempunyai hubungan akrab dan mempunyai tujuan,
3)      Berfokus pada pasien yang membutuhkan bantuan,
4)      Keperawatan dengan aktif, mendengarkan dan memberikan respon pada pasien.

Unsur Komunikasi Terapeutik
Adapun komunikasi terapeutik mempunyai unsur sebagai berikut :
1)      Ada sumber proses komunikasi;
2)      Pesan disampaikan dengan penyandian balik (verbal & non verbal);
3)      Ada penerima;
4)      Lingkungan saat komunikasi berlangsung.

Prinsip Komunikasi Terapeutik (Menurut Carl Rogers)
  1. Keperawatan sebagai tenaga kesehatan harus mengenal dirinya sendiri,
  2. Komunikasi ditandai dengan sikap menerima, percaya dan menghargai,
  3. Keperawatan sebagai tenaga kesehatan harus paham, menghayati nilai yang dianut pasien,
  4. Keperawatan sebagai tenaga kesehatan harus sadar pentingnya kebutuhan pasien,
  5. Keperawatan sebagai tenaga kesehatan harus menciptakan suasana agar pasien berkembang tanpa rasa takut,
  6. Keperawatan sebagai tenaga kesehatan menciptakan suasana agar pasien punya motivasi mengubah diri,
  7. Keperawatan sebagai tenaga kesehatan harus menguasai perasaannya sendiri,
  8. Mampu menentukan batas waktu yang sesuai dan konsisten,
  9.  Keperawatan  harus paham akan arti empati,
  10. Keperawatan harus jujur dan berkomunikasi secara terbuka,
  11. Keperawatan harus dapat berperan sebagai role model,
  12. Mampu mengekspresikan perasaan,
  13. Altruisme (panggilan jiwa) untuk mendapatkan kepuasan dengan menolong orang lain,
  14. Berpegang pada etika,
  15. Tanggung jawab
Teknik Menjalin Hubungan dengan Pasien
Syarat dasar komunikasi menjadi efektif (Stuart, 1998) adalah :
1)      Komunikasi ditujukan untuk menjaga harga diri pemberi dan penerima pesan.
2)      Komunikasi dilakukan dengan saling pengertian sebelum memberi saran, informasi dan masukan.

Teknik-Teknik Komunikasi
Perawat perlu memahami seluruh proses agar komunikasi mencapai tujuan dan waktu yang digunakan efektif. Perawat menghadirkan dirinya saat komunikasi harus totalitas, yaitu; fisik dan psikologis.
Ada lima sikap untuk mengahdirkan diri secara fisik, yaitu;
1)      berhadapan,
2)      mempertahankan kontak mata,
3)      membungkuk kearah klien,
4)      mempertahankan sikap terbuka, dan rileks.
Ada banyak teknik-tenik komunikasi, diantaranya adalah:
1.      Pertanyaan terbuka
Pertanyaan terbuka adalah perawat memberikan dorongan kepada klien untuk dapat mengungkapkan perasaannya. Nilai terapeutiknya adalah seorang perawat penunjukkan penerimaan serta mendorong munculnya inisiatif klien. Untuk klien jiwa usahakan untuk menggunakan teknik pertanyaan terbuka dari pada tertutup.
Contoh : ”saya merasa gembira bapak bisa menjenguk anaknya, sehingga saya bisa tahu lebih banyak dari bapak, Bagaimana sebenarnya yang menimpa anak bapak di rumah ?
2.      Diam
Diam adalah seorang perawat tidak melakukan komunikasi verbal dengan alasan terapeutik. Nilai terapeutiknya adalah memberi waktu kepada klien untuk berfikir dan menghayati sementara perawat memberikan dukungan dan penerimaan. Saat kita berkomunikasi, baik dlm pergaulan di kantor, mengikuti seminar, maupun komunikasi dlm keluarga serta hubungan sosial lainnya, diperlukan komunikasi yang baik, bila tidak bisa lebih baik diam, dan untuk dpt merespon dengan baik kita perlu atau harus mendengar dengan baik
Manusia berbicara setiap masa. Bicara yang baik akan membawa keselamatan dan kebaikan. Oleh karena itu diam adalah benteng bagi lidah manusia. Dari pada mengucapkan perkataan yang sia-sia.
Diam pada saat yang tepat merupakan karakter orang-orang besar, sebagaimana berbicara pada saat yang tepat merupakan tabiat termulia. Hikmah diam
1.      Benteng tanpa pagar
2.      Perhiasan tanpa berhias
3.      Kehebatan tanpa kerajaan
4.      Kekayaan tanpa meminta maaf kepada orang
5.      Menutupi segala aib
6.      Istirahat bagi ke-dua malaikat pencatat amal
3.      Mendengar
Mendengar adalah proses aktif perawat dalam menerima informasi dan menelaah reaksi atau respon klien. Nilai terapeutiknya adalah secara nonverbal seorang perawat menerima dan mampu mengkomunikasikan kepada klien dengan menunjukkan minat serta memperhatikan masalah yang dihadapi
How to be a good listener
Good Listener

Active Listening ----------> Reflectif listening

Effective Listening

Ketrampilan mendengar dengan baik (good listening skill) sangat penting, baik di tempat kerja maupun dalam kehidupan sehari-hari
a.       Skill atau ketrampilan adalah sesuatu yang kita latihkan dengan sungguh-sungguh, sehingga akan dipraktekkan dan kmd menjd kebiasaan
b.      Sangat sedikit kita mendapatkan pelatihan bagaimana mendengar aktif (Active listening) sehingga kita dapat mendengar sacara efektif (efektif Listening)

Apakah anda tahu, bahwa :
a.       Sebagian besar kita tidak pernah berfikir tentang bagaimana “mendengar”, padahal kita  sebenarnya telah mengeluarkan separo waktu kita dlm mendengarkan
b.      Sekitar 50% “kesalah pahaman” terjadi akibat org tdk mendegar secara efektif
c.       Sebagian dari kita tahu dan percaya bahwa menjadi pendengar (being heard) sudah cukup!, tidak perlu mendengar dengan baik (listening).
d.      Orang percaya hal tersbt (hanya mendengar saja), krn seseorang mempyi kemampuan dengar (hearing ability) dan dgn sendirinya menganggap dirinya “pendengar yg aktif” (?)
e.       Sebagian kita tdk pernah memahami bahwa mendengar aktif (active listening) sangatlah penting
f.       Perlu diketahui : 80% dari komunikasi (interpersonal communication) adalah Non verbal
g.      Faktor perintang “tdk bisa menjadi pendengar aktif”
a)      Menghayal
b)      berfikir ttg org lain, tempat lain atau barang
c)      menyiapkan respon dengan membthkan
d)     banyak waktu
Strategi menjadi pendengar aktif
(a)    Dibutuhkan waktu utk mendengar
(b)   Berikan penuh perhatian
(c)    Memulai membuat point utama
(d)   Jangan bereaksi berlbhan dalam menyampaikan respon
(e)    Jangan bereaksi berlbhan dlm mengulas isi
(f)    Jangan mengganggu perhatian
(g)   Dengarkan baik-baik
(h)   Pahami isi pikiran
(i)     Jangan memonopoli
(j)     Sesuaikan kecepatan pada berfikir
Reflekting skills/kemampuan merefleksikan ide, pikiran, perasaan adalah dengan cara memberikan umpan balik
4.      Refleksi
Refleksi adalah seorang perawat mampu mengarahkan kembali ide, pikiran, perasaan, pertanyaan dan isi pembicaraan kepada klien. Nilai terapeutiknya adalam mampu memvalidasi apa yang diucapkan klien dan menekankan empati, minat dan rasa hormat terhadap klien
Contoh
Klien , ”apakah saya sudah diperkenankan pulang akhir minggu ini ?”
Perawat, ”menurutmu apakah kamu sudah merasakan dapat mengatasi
masalah, sehingga kemudian kamu ingin pulang?”
Keterampilan refleksi
1)      Paraphrase
Seorang berkata : “saya pikir, kita seharusnya menambah lebih banyak sumber dana untuk menyelesaikan program ini” Pendengar berkata: “menambah sumber dana”
2)      Repeating
Seorang berkata : “ saya tidak dapat menunggu untuk mendapatkan perumahan di Banyuwangi”. Pendengar berkata: “Banyuwangi.
3)      Summarizing
Seorang berkata: “ pesanan barang sudah datang melalui Kantor Suvervisor, tapi melihatnya isinya menurut pendapatku pesanan itu lebih cocok untuk kantor manager. Jika kamu setuju, saya akan menulis suatu penjelasan dan mengirim barang inike kantor manajer
Penengar berkata : “ Mari kita melihat langsung permasalahannya. Pesanan dikirim Ke Kantor suvervisor. Menurut kamu kiriman itu lebih cocok untuk kantor manager. Dan kamu akan menulis sebagai penjelasan dan mengirim barang tersbt ke kantor manager, Apakah saya benar ?
4)      Cofirmation
Seorang berkata : “ saya mau meyakinkan, apakah pegawai baru datang tepat pada waktu dan siap kerja” pendengar berkata : “ Tampaknya kamu sangat concern pada masalah itu”.
5.      Klarifikasi
Klarifikasi adalah seorang perawat mampu menjelaskan ide, perasaan, pikiran yang tidak jelas atau meminta klien untuk menjelaskan maksudnya. Nilai terapeutiknya adalah membantu mengklarifikasi perasaan, ide dan pikiran klien dan memberikan penjelasan tentang hubungan antara perasaan dengan tindakan.
Contoh
Klien, ”saya benci tempat ini, saya tidak betah disini” Perawat, ”kamu tidak betah disini?”
6.      Memfokuskan
Memfokuskan adalah membantu klien bicara pada topik yang telah dipilih. Nilai terapeutiknya adalah pembicaraan tidak keluar dari topik yang dipilih, sehingga klien tidak mengalami kesulitan dalam memberikan kesimpulan.
Pasien, ”wanita sering menjadi bulan-bulanan” Perawat, ”coba ceritakan bagaimana perasaan anda sebagai wanita?

Jenis Komunikasi Terapeutik
Ø  Mendengar dengan penuh perhatian
Usaha perawat mengerti pasien dengan cara mendengarkan masalah yang disampaikan pasien. Sikap perawat : pandangan ke pasien, tidak menyilangkan kaki dan tangan, menghindari gerakan yang tidak perlu, tubuh condong ke arah pasien.


Ø  Menunjukkan penerimaan
Mendukung dan menerima informasi dengan tingkah laku yang menunjukkan ketertarikan dan tidak menilai. Sikap Keperawatan : mendengarkan tanpa memutuskan pembicaraan, memberikan umpan balik verbal.
Ø  Menanyakan pertanyaan yg berkaitan
Tujuan : mendapatkan informasi yang spesifik mengenai masalah yang disampaikan
pasien.
Ø  Mengulang ucapan pasien dengan kata-kata
Pemberian feedback dilakukan setelah bidan melakukan pengulangan kembali kata kata
pasien.
Ø  Mengklarifikasi
Tujuan : untuk menyamakan pengertian.
Ø  Memfokuskan
Untuk membatasi bahan pembicaraan sehingga percakapan lebih spesifik dan dimengerti.
Ø  Menyatakan hasil observasi
perawat memberikan umpan balik pada pasien dengan menyatakan hasil pengamatannya sehingga pasien dapat menguraikan apakah pesannya diterima atau tidak.
Ø  Menawarkan informasi
Memberi tambahan informasi merupakan tindakan penyuluhan kesehatan untuk pasien.
Ø  Diam
Memberikan kesempatan pada bidan untuk mengorganisasikan pikiran dan memproses informasi.
Ø  Meringkas
Pengulangan ide utama yang telah dikomunikasikan secara singkat. Manfaat : membantu, mengingat topik yang telah dibahas sebelum melanjutkan pembicaraan.
Ø  Memberikan penghargaan
Teknik ini ti ak digunakan untuk menyatakan hal yang baik dan buruk.
Ø  Menawarkan diri
Menyediakan diri Anda tanpa respon bersyarat atau respon yang diharapkan; Memberi kesempatan kepada pasien untuk memulai pembicaraan; Memberi kesempatan kepada pasien untuk berinisiatif dalam memilih topik pembicaraan.
Ø  Menganjurkan untuk meneruskan pembicaraan
Tujuan :
1)      Memberi kesempatan pasien untuk mengarahkan seluruh pembicaraan, menafsirkan diskusi, Keperawatan mengikuti apa yg sedang dibicarakan selanjutnya.
2)      Menempatkan kejadian dan waktu secara berurutan.
3)      Menguraikan kejadian secara teratur akan membantu Keperawatan dan pasien untuk melihat dalam suatu perspektif.
4)      Menemukan pola kesukaran interpersonal klien.

Ø  Menganjurkan klien untuk menguraikan persepsi
perawat harus dapat melihat segala sesuatu dari perpektif pasien.
Ø  Perenungan
Memberikan kesempatan untuk mengemukakan dan menerima ide serta perasaannya sebagai bagian dari dirinya sendiri.
Ø  Tahap Interaksi dengan Pasien
Pre interaksi
Adalah masa persiapan sebelum mengevaluasi dan berkomunikasi dengan pasien. Pada masa ini bidan perlu membuat rencana interaksi dengan pasien yaitu : melakukan evaluasi diri, menetapkan tahapan hubungan/ interaksi, merencanakan interaksi.

Perkenalan
Adalah kegiatan yang dilakukan saat pertama kali bertemu. Hal yang perlu dilakukan bidan adalah : memberi salam; memperkenalkan diri; menanyakan nama pasien; menyepakati pertemuan (kontrak); melengkapi kontrak; menyepakati masalah pasien; mengakhiri perkenalan.

Orientasi
Fase ini dilakukan pada awal setiap pertemuan kedua dst. Tujuan : memvalidasi keakuratan data, rencana yang telah dibuat dengan keadaan pasien dan mengevaluasi hasil tindakan yg lalu. Hal yang harus diperhatikan : memberi salam; memvalidasi keadaan psien; mengingatkan kontrak.

Fase kerja
Merupakan inti hubungan bidan-klien yang terkait erat dengan pelaksanaan rencana tindakan kebidanan yang dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang akan dicapai.
Tujuan tindakan Keperawatan :
1)      Meningkatkan pengertian dan pengenalan pasien tentang diri, perasaan, pikiran dan perilakunya (tujuan kognitif).
2)      Mengembangkan, mempertahankan,dan meningkatkan kemampuan pasien secara mandiri menyelesaikan masalah yang dihadapi (tujuan afektif & psikologi).
3)      Melaksanakan terapi/ klinis kebidanan.
4)      Melaksanakan pendidikan kesehatan.
5)      Melaksanakan kolaborasi.
6)      Melaksanakan observasi dan pemantauan.

Fase terminasi
Merupakan akhir dari setiap pertemuan bidan dengan pasien. Klasifikasi terminasi
1)      Terminasi sementara : akhir dari tiap pertemuan bidan dengan pasien; terdiri dari tahap evaluasi hasil, tahap tindak lanjut dan tahap untuk kontrak yang akan datang.
2)      Terminasi akhir : terjadi jika pasien akan pulang dari rumah sakit atau bidan selesai praktik. Isi percakapan antara bidan dengan pasien meliputi tahap evaluasi hasil, isi percakapan tindak lanjut dan tahap eksplorasi perasaan.

Faktor Penghambat Komunikasi Terapeutik
Komunikasi terapeutik dapat mengalami hambatan diantaranya :
1)      Pemahaman berbeda;
2)      Penafsiran berbeda;
3)      Komunikasi yang terjadi satu arah;
4)      Kepentingan berbeda;
5)      Pemberian jaminan yang tidak mungkin;
6)      Bicara hal-hal yang pribadi;
7)      Menuntut bukti, penjelasan dan tantangan;
8)      Mengalihkan topik pembicaran;
9)      Memberikan kritik mengenai perasaan pasien;
10)  Terlalu banyak bicara;
11)  Memperlihatkan sifat jemu dan pesimis.

Contoh Yang Ada Dimasyarakat kasus Terapiutik HIV/ AIDS
Penelitian Vaksin HIV Temui Jalan Buntu
LONDON, JUMAT -  Harapan warga dunia untuk memperoleh vaksin yang efektif memerangi HIV dan AIDS tampaknya masih jauh dari kenyataan. Upaya para ilmuwan dalam mengembangkan vaksin HIV sejauh ini belum mencapai kemajuan berarti, meski mereka telah menggelar riset selama 20 tahun.
Indikasi akan buntunya riset vaksin HIV dikemukakan Professor David Baltimore, Presiden American Association for the Advancement of Science (AAAS). Ia menyatakan, penelitian tentang vaksin HIV masih terlalu penting untuk dihentikan, meskipun beberapa pihak mengatakan vaksin ini mustahil untuk diciptakan.
"Ini merupakan sebuah tantangan besar  sebab untuk mengendalikan HIV secara immunologi komunitas ilmuwan harus dapat menaklukkan alam, melakukannya secara alami, dengan keuntungan evolusi selama empat miliar tahun, yang belum dapat dilakukan," ujarnya.
Berbicara dalam pertemuan tahunan AAAS di Boston, Prof Baltimore mengatakan bahwa HIV telah berhasil mengembangkan sebuah cara untuk melindungi dirinya dari sistem kekebalan manusia.
¨Saya percaya bahwa telah menemukan cara  untuk benar-benar mengelabui sistem kekebalan tubuh.  Oleh sebab itu, kita harus melakukannya lebih baik ketimbang alam.  Kurangnya tingkat keberhasilan mungkin bisa dipahami, tetapi tak bisa diterima," tambahnya.
Menurut Prof Baltimore, upaya-upaya untuk mengendalikan virus melalui antibodi atau dengan cara meningkatkan  sistem kekebalan tubuh telah berujung pada kegagalan. Ini mengakibatkan komunitas ahli vaksin menjadi tertekan sebab mereka memandang sudah tidak ada lagi harapan untuk menggapai sukses.
Konsekuensinya, para  ahli kini beralih kepada teknik-teknik yang di luar kebiasaan, seperti terapi gen atau sel batang (stem cell), meskipun penelitiannya masih sangat dini.
"Dalam tubuh manusia, Anda benar-benar hanya punya sekali kesempatan untuk mencoba mengubah gen-gen dalam sel batang.  Oleh sebab itu, kami mencoba  melakukannya untuk mendesain vektor pembawa gen-gen yang memiliki manfaat terapeutik," kata Prof Baltimore, yang merupakan salah satu ahli terkemuka di bidang HIV .
Prof Baltimore pernah memenangi hadiah Nobel di bidang kedokteran pada  1975 berkat penemuannya tentang perubahan transkiptase, sejenis enzim yang kemudian ditemukan sebagai media bagi HIV guna memperbanyak diri dalam sel manusia. Ia kini memimpin sebuah pusat penelitian di Caltech, yang didanai  Gates Foundation, untuk mencari cara meningkatkan sistem kekebalan tubuh secara genetik melawan agen menular khususnya HIV.
Nevirapine Kurangi Risiko Bayi Tertular HIV
WASHINGTON, SELASA  - Sebuah obat yang digunakan untuk menolong dan mencegah para bayi tertular virus AIDS saat lahir dapat juga digunakan untuk melindungi mereka saat masih dalam masa perawatan. Demikian diungkapkan kantor berita REUTERS, Senin.
Para wanita yang terinfeksi HIV dan mengonsumsi obat nevirapine pada saat menyusui nyaris separuh berisiko menginfeksi bayinya dengan virus HIV. Demikian diungkapkan para ahli di Boston.
Nevirapine telah dijual di seluruh dunia untuk melindungi bayi pada saat lahir. Satu dosis yang dikonsumsi seorang ibu pengidap HIV dan hamil dapat menghambat transmisi HIV ke bayi sebanyak 47 persen.
Meski begitu, bayi tetap saja berpotensi terinfeksi lewat Air Susu Ibu yang diminumnya. Apalagi di banyak negara berkembang, ASI merupakan satu-satunya pilihan untuk memberi bayi makanan bergizi.
Dr. Brooks Jackson dari Universitas Johns Hopkins di Baltimore dan para koleganya di Ethiopia, India, dan Uganda mencoba mencermati bagaimana obat Nevirapine ini dapat dikonsumsi ibu pengidap HIV dan aman bagi sang bayi selama enam minggu.
Para peneliti memberikan Nevirapine dan sebagian lagi placebo pada 2000 bayi yang baru lahir antara tahun 2001 dan 2007. “Pada usia enam bulan, para ibu yang mengonsumsi Nevirapine sepertiga lebih rendah berisiko terkena infeksi HIV daripada yang tidak,” Demikian pernyataan resmi yang diungkapkan  para ahli ini.
Organisasi kesehatan dunia, WHO memperkirakan sekitar 150.000 bayi terinfeksi AIDS lewat Air Susu Ibu setiap tahunnya. Virus ini bahkan menginfeksi secara fatal sekitar 33 juta orang lebih secara global. Nevirapine dijual dengan nama dagang Viramune dan diproduksi oleh sebuah perusahaan farmasi Boehringer Ingelheim.




BAB III
PENUTUP

Komunikasi Terapeutik dalam Keperawatan
Komunikasi terapeutik dalam Keperawatan meliputi :
Tujuan Komunikasi Terapeutik
  1. Membantu pasien memperjelas dan mengurangi beban perasaan serta pikiran.
  2. Membantu mengambil tindakan yang efektif untuk pasien.
  3. Membantu mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan diri sendiri.
Menurut Stuart, tujuan terapeutik diarahkan pada pertumbuhan klien :
1)      Realisasi diri, penerimaan diri dan rasa hormat pada diri sendiri.
2)      Identitas diri yang jelas dan integritas diri yang tinggi.
3)      Kemampuan membina hubungan interpersonal yang intim, saling tergantung dan mencintai.
4)      Peningkatan fungsi dan kemampuan yang memuaskan kebutuhan serta mencapai tujuan personal yang realistis.

Pengkajian
Menentukan kemampuan dalam proses informasi; mengevaluasi data tentang status mental pasien; mengevaluasi kemampuan pasien dalam berkomunikasi; mengobservasi kejadian yang terjadi; mengidentifikasi perkembangan pasien; menentukan sikap pasien; mengkaji tingkat kecemasan pasien.

Rencana tujuan
Membantu pasien untuk memenuhi kebutuhan sendiri; membantu pasien menerima pengalaman; meningkatkan harga diri pasien; memberi support; tenaga kesehatan dan pasien sepakat untuk berkomunikasi secara terbuka.



Implementasi
Memperkenalkan diri pada pasien; memulai interaksi dengan pasien; membantu pasien mendapatkan gambaran pengalamannya; menganjurkan pasien untuk mengungkapkan perasaan; menggunakan komunikasi untuk meningkatkan harga diri pasien.

Evaluasi
Pasien dapat mengembangkan kemampuan dalam mengkaji dan memenuhi kebutuhan; komunikasi menjadi lebih jelas, terbuka, dan terfokus pada masalah; membantu menciptakan lingkungan yang dapat mengurangi kecemasan.

I. PENDAHULUAN

Semakin bertambahnya usia manusia dapat menimbulkan beberapa penyakit degenerasi, seperti mengalami gangguan pergerakan. Berbagai penyakit kronik yang diderita orang tua, membuat mereka menjadi IMMOBILE yaitu suatu keadaan tidak dapat bergerak yang dikarenakan akibat – akibat yang ditimbulkan oleh kondisi berbaring lama. Jadi bisa dikatakan bahwa immobilitas secara garis besar merupakan sindrom kemunduran fisiologis yang disebabkan oleh:
  • penurunan aktivitas
  • ketidakberdayaan
Adapun dampak yang disebabkan karena immobilisasi adalah :
  1. Timbulnya berbagai penyakit, contohnya :
  • Otot menjadi kisut (atrofi)
  • Sendi kaku
  • Infeksi saluran nafas
  • Infeksi saluran kencing dan sembelit
  • Luka lecet pada jaringan kulit yang ditekan akibat tirah baring  lama
2.Ketergantungan kepada orang lain
3. Rendahnya kualitas hidup
4. Kematian
II. DEFINISI

Imobilisasi adalah suatu keadaan dimana penderita harus istirahat di tempat tidur,tidak bergerak secara aktif akibat berbagai penyakit atau gangguan pada alat / organ tubuh (impaitment) yang bersifat fisik atau mental. Dapat juga diartikan sebagai suatu keadaan tidak bergerak / tirah baring yang terus – menerus selama 5 hari atau lebih akibat perubahan fungsi fisiologis.
Didalam praktek medis imobilisasi digunakan untuk menggambarkan suatu sindrom degenerasi fisiologis akibat dari menurunnya aktivitas dan ketidakberdayaan.
III. EPIDEMIOLOGI

Immobilisasi lama bisa terjadi pada semua orang tetapi kebanyakan terjadi pada orang – orang lanjut usia (lansia), pasca operasi yang membutuhkan tirah baring lama.
Dampak imobilisasi lama terutama Dekubitus mencapai 11% dan terjadi dalam kurun waktu 2 minggu, Perawatan Emboli Paru berkisar 0,9%,dimana tiap 200.000 orang meninggal tiap tahunnya.
IV. PENYEBAB

Istirahat di tempat tidur lama dan inaktivitas menurunkan aktivitas metabolisme umum. Hal ini mengakibatkan penurunan kapasitas fungsional sistem tubuh yang multipel, dengan manifestasi klinis sindrom imobilisasi. Konsekuensi metaboliknya tidak tergantung penyebab untuk apa imobilisasi diresepkan. Hal ini bisa disebabkan oleh salah satu dari yang disebutkan dibawah ini:
1.  Cedera tulang: penyakit reumatik seperti pengapuran tulang atau patah tulang (fraktur) tentu akan menghambat pergerakan.
2.  Penyakit saraf: adanya stroke, penyakit parkinson, paralisis, dan gangguan saraf tapi juga menimbulkan gangguan pergerakan dan mengakibatkan imobilisasi.
3.  Penyakit jantung dan pernapasan penyakit jantung dan pernapasan akan menimbulkan kelelahan dan sesak napas ketika beraktivitas. Akibatnya pasien dengan gangguan pada organ – organ tersebut akan mengurangi mobilisasinya. Ia cenderung lebih banyak duduk dan berbaring.
4.  Gips ortopedik dan bidai.
5.  Penyakit kritis yang memerlukan istirahat.
6.  Menetap lama pada posisi gravitasi berkurang, seperti saat duduk atau berbaring.
7.  Keadaan tanpa bobot diruang hampa, yaitu pergerakan tidak dibatasi, namun tanpa melawan gaya gravitasi.
V. GAMBARAN ANATOMI
1
2

VI. DIAGNOSA

1. TULANG & SENDI
A. Anatomi
3
Sendi adalah tempat dimana dua tulang saling berhubungan,baik terjadi pergerakan atau tidak.
Stabilitas sendi tergantung pada :
  1. Bentuk, ukuran & susunan permukaan sendi
  2. Ligamentum
  3. Tonus otot yang terletak disekitar sendi
Daya ekstensibilitas dari jaringan kendor yang berada di seputar sendi, jika tidak digerakkan akan menurun sehingga menyebabkan kekakuan yang mengakibatkan kontraktur.
B.Anamnesa
I.         Nyeri pada tulang dan sendi.
II.         Kaku / susah digerakkan.
III.         Nyeri leher.
IV.         Arthritis pasca trauma.
V.         Osteoporosis.
C.Pemeriksaan Fisik
Cedera tulang belakang harus selalu diduga pada kasus dimana setelah cedera pasien mengeluh nyeri serta terbatasnya pergerakan leher dan pinggang.



4
D.Pemeriksaan Penunjang
  • Pemeriksaan Radiologis
Perlu dilakukan pemeriksaan radiografi tulang belakang servikal pada semua pasien cedera kepala sedang dan berat. Radiograf yang diambil di UGD kualitasnya tidak selalu baik dan bila tetap diduga adanya cedera tulang belakang, radiograf selanjutnya diambil lagi termasuk tampilan oblik bila perlu, serta (pada daerah servikal) dengan leher pada fleksi serta ekstensi bila diindikasikan. Tampilan melalui mulut terbuka perlu untuk memperlihatkan proses odontoid pada bidang antero – posterior.
  • Pemeriksaan Mielografi atau MRI
2. SARAF
A. Anatomi
5
B. Anamnesa
1)   Daya hantar saraf menurun.
2)   Koordinasi terganggu.
3)   Aktivitas terganggu.
C. Pemeriksaan Fisik
Keadaan imobilisasi/keterbatsan aktifitas dapat merubah input sensoris. Hal ini akan mengakibatkan gangguan koordinasi pada intelektual dan kemampuan aktifitas motorik sehingga emosi terganggu.
Contohnya pada penderita yang melakukan istirahat total di tempat tidur tanpa melakukan kegiatan apapun sehingga mengakibatkan pasien tersebut  mengeluh timbul rasa tidak nyaman, tegang, mudah marah. Selain itu hilangnya nafsu makan dan menolak terapi,sehingga akan nampak hilangnya inisiatif,agresifitas untuk menuju kesembuhan. Dapat juga dilihat pada saat penderita mengambil bolpoint, penderita mengalami kesulitan ( kecepatan hantar saraf turun ).
D. Pemeriksaan Penunjang
  1. CT Scan
  2. EEG (Electro Encephalo Grafi)
3. SISTEM KARDIOVASKULAR

A. Anatomi
6
Efek immobilisasi meliputi: peningkatan tonus simpatikus (status adrenergik), peningkatan denyut jantung, penurunan efisiensi jantung.
Mengakibatkan pusing atau pingsan bila mencoba untuk berdiri.Kesulitan dalam mencapai posisi tegak mengganggu aktivitas fungsional.
Salah satu resikonya flebotrombosis dan infark miocard akut.
B. Anamnesa
  1. Pusing atau pingsan bila mencoba untuk berdiri (tegak).
  2. Mudah lelah
C. Pemeriksaan FIsik
Melakukan inspeksi, palpasi, perkusi.
D. Pemeriksaan Penunjang
  • Laboratorium darah
Kurangnya bergerak juga dapat menyebabkan aliran darah di extremitas bawah tidak lancar (stasis) yang mengganggu faktor – faktor pembekuan pada endotel pembuluh darah. Bila faktor pembekuan terganggu maka akan timbul bekuan darah (trombus) di katub – katub vena extremitas bawah,
  • Foto rontgen
4.TRACTUS RESPIRATORIUS
A. Anatomi

Hidung> faring > laring >trachea > bronchus> bronkiolus>alveolus
7
Fungsi jalan pernapasan :
  1. 1.Udara dihangatkan  oleh permukaan konka dan septum à udara dilembabkan dalam jumlah besar sebelum melewati hidung à udara disaring oleh rambut dan jauh lebih banyak oleh prestisipasi partikel diatas konka. Disebut : ” Fungsi air conditioning ” jalan nafas atas
  2. Reflek batuk. Merupakan jalan agar paru bebas dari benda asing.
  3. Membersihkan saluran pernapasan terutama silia
  4. Vokalisasi
B. Anamnesa
  1. Sekret susah keluar
  2. Sesak nafas
C. Pemeriksaan Fisik
Melakukan inspeksi, palpasi, perkusi
8
9
10
5.  KULIT
11



A. Anamnesa
1. Atrofi kulit
2. Ulkus tekan/ulkus dekubitus
Temperatur meningkat di daerah pembuluh darah yang tertekan sehingga tekanan hidrostatiknya meningkat tekanan hidrostatik normal pembuluh darah maka pembuluh darah akan menyempit sehingga daerah daerah tertentu akan kekurangan vaskularisasi,hal ini dapat menyebabkan nekrosis.
B. Pemeriksaan Fisik
Kulit yang anestetik pada pasien paraplegik menyebabkan sakrum,trochanter major dan tumit cepat menjadi merah dan ulserasi bila perawatan terlantar.
C. Pemeriksaan Penunjang
  • Laboratorium:
a)    Tes kadar albumin
b)   Tes hemoglobin
6. MUSCULOSCELETAL

A. Anatomi
12

B. Pemeriksaan Fisik
Atrofi otot menyebabkan kekuatan otot menurun sehingga aktivitas terganggu.
7. TRAKTUS URINARIUS
A. Anatomi
13
B. Anamnesa
1. Sisa urine
Karena posisi baring pasien ini tidak dapat mengosongkan kandung    kemih secara sempurna.
Infeksi Saluran Kemih
Diakibatkan karena keadaan stagnasi urine maupun karena batu saluran kencing.
2. Batu Saluran Kencing
Karena factor osteoporosis dan diet yang tinggi kalsium maka mengakibatkan hiperkalsiuria.
8. TRAKTUS DIGESTIVUS
A. Anatomi
14

B. Anamnesa
  1. Konstipasi
VI. TERAPI
1. TULANG
A. Obat
  • · Meningkatkan pembentukan tulang: Na – Florida, steroid anabolic.
  • Menghambat resorbsi tulang: kalsium, estrogen, kalsitonin, difosfonat.
  • Diet tinggi kalsium (1.000 mg/hari).
B. Fisioterapi
  • Berlatih berjalan dengan alat bantu / alat penyangga.
  • Latihan teratur setiap hari, menggerakkan ekstremitas dan anggota tubuh lainnya (Range of Motion = ROM).
C. Operasi
Fusi secara bedah melintas garis fraktur dapat dilakukan. Pada tulang belakang servikal operasi dilakukan baik dari depan maupun belakang. Pada daerah toraks tulang belakang difiksasi dengan pelat metal dan tandur tulang yang menyatukan lamina dengan proses spinosus berdekatan.
D. Larangan
Hindari diet tinggi protein, kopi, alkohol, merokok, antasida aluminium.
E. Saran
Ranjang khusus, rangka, atau selubung plester dengan pasien dapat dirawat untuk waktu yang lama dengan mempertahankan posisi yang telah direduksi bahkan saat membalik untuk memandikan atau merawat kulit.
2. SARAF
A. Obat
Minum vitamin B1, B2, B12.
B. Fisioterapi
Sasaran terapi adalah mempertahankan fungsi neurologis yang masih ada, memaksimalkan pemulihan neurologis, tindakan atas cedera lain yang menyertai, dan mencegah serta mengobati komplikasi serta sekuele kerusakan neural.
Terapinya yang penting adalah dengan menggerakkan ekstremitas dan anggota tubuh lainnya supaya merangsang aktivitas saraf.
C. Operasi
Bila diperlukan operasi, dekompresi kanal spinal dilakukan pada saat yang sama.
D. Larangan
  • Hindari hilangnya sensasi.
  • Hindari stress: perasaan tertekan, depresi.
  • Bekerja yang terlalu keras.
E. Saran
  • Menggunakan terapi musik.
    • Ø Mintalah terapi rekreasi untuk integrasi psikososial, resosialisasi, dan penyesuaian terhadap fungsi mandiri.
    • Ø Berikan semangat pasien untuk berinteraksi dengan staf, pasien lain dan anggota keluarga.
    • Ø Segera lakukan operasi bila keadaan pasien memburuk untuk menghindari kelumpuhan.
3. SISTEM KARDIOVASKULAR
A. Obat
  • Antikoagulan: heparin, wasfarin.
  • Antitrombosis: aspirin, ticlopidin, dipiridamol, sulfin pirazon.
  • Trombolitik: streptokinase, urokinase, anistreplase.
B. Fisioterapi
  • Sasaran terapi adalah mempertahankan fungsi kerja jantung yang optimal dan menyingkirkan adanya gangguan kerja jantung yang normal.
  • Melatih terutama otot ekstremitas.
C. Larangan
  • Hindari diet tinggi lemak dan kolesterol.
  • Hindari stress.
  • Bekerja terlalu berat
  • Hindari Kelelahan
D. Saran yang harus dikerjakan
  • Plantar / dorso fleksi
  • Aktivitas.
  • Berdiri .
4. TRACTUS RESPIRATORIUS
A. Obat
  • Bronkodilator: teofilin, agonis B2, prednisone, atropine, kromolin.
  • Mukolitik: bromheksin, ambroksol, asetil sistein.
  • Ekspektorat: aluminium klorida, gliseril gualakolat, kalium yodida.
  • Kortikosteroid.
B. Fisioterapi
  • Latihan pernafasan (mengambil nafas dalam – dalam).
    • Ø Pembalikan tubuh berulang, perangsangan batuk, pernafasan dalam, Spirometri insentif, dan pernafasan bertekanan positif yang sinambung dengan masker adalah cara mempertahankan ekspansi paru-paru atau kapasitas residual fungsional.
    • Ø Tracheostomi dilakukan bila pasien tak mungkin dilepaskan dari ventilator.
    • Ø Perkusi dilakukan dengan tujuan melepaskan sekret di dinding saluran napas.
C. Larangan
  • Hindari ruangan berasap (polusi udara).
  • Hindari merokok.
  • Hindari alkohol.
D. Saran yang harus dikerjakan
  • Gunakan pakaian yang longgar.
  • Sediakan O2 linhaler (untu mengatasi sesak nafas).
  • Rekreasi ke alam terbuka bebas polusi.
5. KULIT
A. Obat
Bila timbul luka diberi antiseptik.
B. Fisioterapi
  • Perubahan posisi badan setiap 2 jam.
  • Latihan gerak sendi – sendi tubuh secara teratur
C. Larangan
  • Ø Jangan tidur atau berbaring terlalu lama.
  • Jangan biarkan kulit menjadi basah karena keringat,lembab atau kencing.
D. Saran
Menghindari melebarnya luka dengan menutup bagian yang luka terutama pada bagian yang tertekan saat berbaring.
6. MUSCULOSCELETAL
A. Terapi
- Latihan teratur setiap hari,menggerakkan ekstremitas dan anggota tubuh lainnya -,ROM ( Range of Motion )
- Latihan penguatan (stretching )
B. Larangan
Mengangkat beban terlalu berat.
C. Saran
Sama dengan terapi
TRAKTUS URINARIUS
Pencegahan dan penanganan yang dilakukan untuk mengatasi terjadinya keadaan patologi pada system urinarius yang terjadi akibat imobilisasi lama, adalah dengan cara:
  1. Mobilisasi sedini mungkin, paling tidak pasien sering didudukkan, mengubah posisi vesika urinaria
  2. Banyak minum sekitar 3 liter (8-12gelas) dalam sehari
    1. Pantaulah pasien dengan cermat dan rutin terhadap adanya tanda dan gejala hiperkalsemia, ISK, dan terapi secara adekuat.
  3. Supaya tidak retensi urine dipasang kateter.
8. TRAKTUS DIGESTIVUS
Sesegera mungkin melakukan aktivitas maksimal, memberikan dorongan semangat untuk berinteraksi dengan keluarga dan lingkungan, pendekatan dokter, terapi dan perawat.
Saran:
  1. Makan banyak buah-buahan,sayur-sayuran.
TERAPI UMUM IMOBILISASI LAMA
15
.
DAFTAR PUSTAKA
Ganong, F. William Buku ajar Fisiologi kedokteran. Penerbit: EGC, 1998.
Dasar – Dasar Terapi Dan Rehabilitasi Fisik, Susan J. Garrison.
Neurologi Klinik Dasar, Prof. DR. Mahaar Mardjono Dan Prof. DR. Priguna Sidharta.
Neurologi Klinik, Prof. Dr. dr. S.M. Lumantobing.
Ilmu Kedokteran Fisik Dan Rehabilitasi Medik, RSUD Dr. Soetomo / FK Unair Sby, 1992